ANGGARAN Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Perubahan Tahun Anggaran 2016 Provinsi Bengkulu belum juga disahkan. Tarik-menarik kepentingan antara unsur eksekutif dan legislatif dalam Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bengkulu belum menemukan titik temu. Pemprov meminta agar pembangunan jalan di 10 kabupaten/kota senilai Rp 300 miliar dimasukkan dan mencoret anggaran aspirasi Rp 150 miliar yang diletakkan di SKPD-SKPD.
Sebaliknya, dewan menolak mengesahkan dengan alasan khawatir akan jerat hukum dan keberatan dengan usulan dicoretnya anggaran aspirasi. Misalnya disampaikan salah satu unsur pimpinan Dewan Provinsi, Edison Simbolon. Ia khawatir usulan pembangunan fisik oleh Pemprov tidak mampu dikerjakan dengan baik mengingat sisa waktu penggunaan anggaran hanya dua bulan.
Kesepakatan hanya ditemukan pada titik penganggaran dana BOS dan anggaran RP 193 miliar dampak dari Permenkes 125 yang tertunda serta anggaran Silpa. Pun demikian, baik Pemprov maupun dewan sama-sama sepakat bahwa pembangunan fisik, terutama infrastruktur jalan adalah hal penting untuk meretas keterisolasian, biaya ekonomi tinggi, menekan kemiskinan dan ketertinggalan.
Sejumlah pihak telah memprediksikan saling sandera ini akan terjadi. Secara politik, unsur pimpinan Pemprov dan DPRD Provinsi memiliki perbedaan. Gubernur Bengkulu Ridwan Mukti yang diusung Golkar, PKB, PKPI, Hanura, Nasdem, PAN, Gerindra dan PPP. Sementara unsur pimpinan DPRD Provinsi berasal dari Partai Demokrat dan PDIP, dua partai yang dalam pemilihan gubernur mengusung mantan Wakil Gubernur Sultan Bachtiar Najamudin.
Namun tarik-menarik ini hanya mengulang perdebatan klasik yang umum terjadi. Perdebatan itu hanya meributkan soal-soal teknis, soal waktu pengalokasian dan terjadi hanya dikalangan elit politik pemerintah. Belum ada perdebatan yang substansial, terutama bagaimana menjadikan APBD itu mampu menyentuh persoalan rakyat secara menyeluruh, yang hasilnya terukur dan manfaatnya benar-benar terasa. Akhirnya, rakyat, pemilik APBD itu, hanya menjadi penonton.
Padahal dibanyak pemerintahan sudah banyak yang mengadopsi pengelolaan anggaran dengan model partisipatif. Sebuah model dimana seluruh rakyat dapat berpartisipasi untuk menentukan kemana APBD akan dikucurkan, untuk apa dikucurkan, proyek mana yang didahulukan dan program-program apa yang harus segera dilakukan oleh pemerintah. Sebuah model penganggaran yang mampu menutup celah korupsi. Dengan partisipasi luas rakyat, terutama oleh rakyat yang teroganisir, tarik-menarik kepentingan politik APBD itu kecil kemungkinan terjadi.
Pemerintah mungkin beralasan telah menyerap aspirasi rakyat melalui Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang), reses dan penyerapan aspirasi. Tapi semua proses itu sejatinya masih jauh dari partisipasi rakyat. Prakteknya, banyak usulan-usulan yang masuk dalam Musrembang, reses dan serap aspirasi itu dimutilasi, baik karena terlalu sedikitnya rakyat yang dilibatkan, tersandera oleh birokrasi yang korup, seringkali terbentur dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM).
Kita juga pantas prihatin karena perdebatan itu belum mencerminkan kehendak pemerintah untuk secara kreatif membangun industri atau lumbung pendapatan yang lain di luar pajak. Padahal, Bengkulu sudah terlalu lama bergantung dengan investasi asing dan impor barang dari luar dimana keduanya selalu membawa petaka berupa konflik lahan, pengerukan kekayaan alam, pencemaran lingkungan dan terpuruknya kesejahteraan pengusaha lokal.
Kita juga belum melihat adanya gebrakan dari Gubernur terpilih, Ridwan Mukti, untuk menjadikan APBD itu bisa diakses oleh rakyat banyak. Pun ada, APBD itu hanya bisa diakses di halaman situs bengkuluprov.go.id yang memuat Ringkasan DPA Tujuh SKPD Tahun Anggaran 2015. Belum terlihat upaya untuk membuat rakyat banyak tahu dan bisa ikut mengawal, misalnya sebagaimana pernah dilakukan oleh Jokowi saat menjadi Gubernur DKI, mencetak APBD tersebut dalam bentuk poster dan ditempel di setiap RT.
Agar birokrasi tidak mandeg, kita percaya APBD Perubahan tetap akan segera disahkan dan APBD Tahun Anggaran 2017 segera dibahas. Kita berharap perubahan-perubahan besar dan mendasar sebagaimana yang dijanjikan oleh Gubernur Ridwan Mukti benar-benar diwujudkan, terutama bagaimana menjadikan APBD Provinsi Bengkulu mampu mengeluarkan tanah kelahiran ibu negara pertama Indonesia ini dari kemiskinan, ketertinggalan, keterbelakangan, hingga sejajar dengan provinsi-provinsi lain di Sumatera, bahkan Indonesia.