BENGKULU, PB - Senin (24/10/2016), sekira 200 dokter dan calon dokter di Bengkulu menolak pemberlakuan aturan Prodi Dokter Layanan Primer (DLP). Mereka mendatangi Kantor Gubernur Bengkulu sekira pukul 08.00 WIB.
Massa aksi yang tergabung dalam Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Wilayah Bengkulu ini dikoordinatori oleh dr Agus Wiloyo. Mereka meminta agar Pemerintah Provinsi Bengkulu dapat mengakomodir tuntutan mereka tersebut.
Selain menolak penerapan Prodi DLP, IDI Wilayah Bengkulu juga meminta kepada pemerintah agar mendukung penyediaan sarana dan prasarana pelayanan kesehatan tingkat pertama yang masih minim.
Mereka juga meminta kepada pemerintah untuk memberikan dukungan pembiayaan kesehatan yang masih standar karena sangat merugikan masyarakat penerima layanan terutama fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjut.
Disamping itu, mereka juga meminta agar pemerintah mampu menekan pembekakan pajak alat kesehatan yang sangat tinggi yang menyebabkan biaya fasilitas kesehatan meningkat.
"Kebijakan MEA (Masyarakat EKonomi ASEAN) di sektor kesehatan perlu mendapatkan dukungan dan proteksi dari pemerintah demi melindungi kedaulatan dan kemandirian bangsa," kata dr Agus.
Program DLP sudah dibuka pada 1 September 2016 lalu. Oleh para dokter, DLP dianggap hanya memperpanjang waktu belajar atau proses pendidikan bagi calon dokter selama tiga tahun. Dampaknya, dokter baru lambat memasuki dunia kerja.
Sementara, pendidikan kedokteran dinilai memiliki masa pendidikan paling panjang di Indonesia. Seorang yang ingin menjadi dokter harus menempuh pendidikan sarjana kedokteran minimal empat tahun. Lalu, harus menjalani masa koasisten selama dua tahun.
Setelah lulus koasisten, dilanjutkan menjalani uji kompetensi selama satu tahun. Terakhir, seorang tersebut harus menjalani satu interensif, setelah itu baru dapat menjalankan pekerjaan profesi praktek kedokteran.
Sekira pukul 10.oo WIB, aksi selesai dengan damai. [Doni Morsi]