JAKARTA, PB - Ketua Umum Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) Vivin Sri Wahyuni mengeritik kebijakan pemerintah yang kembali melonggarkan ekspor mineral mentah.
“Ini bukti bahwa pemerintahan Jokowi-Jk ternyata tidak berkutik dan tunduk terhadap modal asing,” kata Vivin melalui siaran pers merespon 2 tahun pemerintahan Jokowi-JK, Kamis (20/10/2016).
Menurut Vivin, jika merujuk ke UU Nomor 4 tahun 2009 tentang mineral dan batubara, maka setiap perusahaan tambang yang beroperasi di Indonesia wajib membangun pabrik pengolahan atau smelter.
“Malah kalau merujuk ke pasal 170 UU Minerba, ada batas waktu 5 tahun sejak UU itu diberlakukan. Artinya, batasnya tahun 2014, tidak boleh lagi ada ekspor mineral mentah,” jelasnya.
Namun, kata Vivin, banyak perusahaan asing, termasuk Freeport, tidak mau tunduk pada UU itu. Mereka melakukan perlawanan hingga keluar PP nomor 1 tahun 2014 yang memberi kelonggaran ekspor mineral mentah hingga Januari 2017.
Ironisnya, lanjut Vivin, pemerintah melalui Kementerian ESDM justru merevisi PP nomor 1 tahun 2014 itu untuk memberikan kelonggaran kepada perusahaan tambang untuk mengekspor mineral dalam bentuk mentah.
“Dalam PP itu dinyatakan bahwa relaksasi ekspor konsentrat atau bahan tambang mentah dibatasi sampai 11 Januari 2017. Tetapi sekarang direvisi untuk diperpanjang hingga 2021,” imbuhnya.
Padahal, kata Vivin, Indonesia sekarang seharusnya tidak lagi mengandalkan ekspor komoditas mentah. Sebab, harga komoditas di pasar dunia sedang jatuh dan diperkirakan akan berlangsung lama.
“Seharusnya ini momentum untuk menata ulang penataan ekonomi, terutama penguatan industri nasional, dengan mengacu pada pasal 33 UUD 1945,” tandasnya.
Vivin menilai, pemerintahan Jokowi-JK tidak konsisten menjalankan pemerintahan yang berdaulat dan mandiri dalam mengelola perekonomiannya sendiri. [Mahesa Danu/Berdikari Online]