JAKARTA, PB - Sejurus dengan keinginan Presiden Joko Widodo memerangi praktek pungutan liar alias pungli, Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) juga telah membentuk Tim Sapu Bersih (Saber) mafia tanah.
Tim ini, kata Menteri ATR Sofyan Djalil, untuk menghilangkan mafia-mafia tanah yang banyak bergentayangan. Modusnya ada dua: Pertama, klaim pemilikan tanah menggunakan hukum lama, seperti girik dan sejenisnya; Dan kedua, penggunaan dokumen palsu yang dicelupkan ke teh agar terkesan dokumen lama.
Menanggapi pembentukan tim itu, Serikat Tani Nasional (STN) memberikan tiga catatan kritis. Pertama, jangan sampai pembentukan tim Saber ini hanya mengalihkan perhatian atas penguasaan tanah oleh pemilik modal.
“Biasanya, pemilik modal itu yang bekerjasama dengan birokrasi pemerintah memanipulasi sertifikat tanah untuk merampas tanah milik petani,” kata Ketua Umum STN, Ahmad Rifai, melalui siaran pers, Sabtu (22/10/2016).
Kedua, jangan sampai tim ini dipakai untuk melemahkan perjuangan petani yang sedang memperjuangkan hak tanahnya dirampas oleh korporasi.
Sebab, menurut Ahmad Rifai, akibat buruknya birokrasi pertanahan di Indonesia, banyak petani yang masih menguasai tanah berdasarkan hukum kepemilikan lama seperti girik dan sejenisnya.
Ketiga, jangan sampai pembentukan tim ini justru untuk memuluskan langkah modal asing merampas dan menguasai tanah milik rakyat, terutama tanah-tanah rakyat yang tidak kuat dokumen hukum hak pemilikannya.
Menurut Rifai, jika ingin memberantas mafia tanah, seharusnya tidak menapikan korporasi. Sebab, dengan kekuatan uangnya, mereka bisa memanipulasi sertifikat dengan menyogok aparat pemerintah.
Rifai memberi contoh pada kasus PT Pertiwi Lestari yang tengah berkonflik dengan petani dari berbagai desa di kecamatan Teluk Jambe Barat, Karawang.
“PT.Pertiwi Lestari selaku pemegang Sertifikat HGB Nomor 11 di Karawang saat ini menjadi obyek Hak Tanggungan Peringkat 1 (pertama) dari PT Bank Artha Graha Internasional. Artinya itu jadi agunan,” ungkap Rifai.
Padahal, lanjut dia, selama ini tidak ada aktivitas PT Pertiwi Lestari di atas tanah tersebut, kecuali akhir-akhir ini melakukan pemagaran dan pembuatan jalan.
STN meminta pemerintahan Jokowi, terutama melalui Kementerian ATR, bisa fokus menuntaskan berbagai konflik agraria yang terjadi Indonesia, termasuk di Karawang.
“Penderitaan petani konflik agraria di Karawang ini sudah cukup lama dan hidupnya terkatung-katung. Mereka terus jadi objek teror dan intimidasi dari kepolisian dan PT Pertiwi Lesrari,” ungkapnya. [Mahesa Danu/Berdikari Online]