JAKARTA, PB - Seorang pakar Emotional Quotient (EQ), Anthony Dio Martin, menyebutkan, jika seorang manusia sering membaca, melihat, mendengar, atau dikelilingi hal-hal yang positif, maka pola pikir, emosi, dan suatu tindakan pun akan menjadi lebih positif dan bermanfaat.
Martin menjelaskan, bila seseorang hanya melihat segala sesuatu dari sisi negatif, maka orang itu tidak akan pernah mendapatkan hal yang positif. Menurut dia, hal itu bisa mengakibatkan interaksi sosial dengan orang lain bisa memburuk.
"Hal ini bisa membuat kita pesimis melihat kesempatan. Kita sulit untuk melihat peluang sesuatu yang positif. Lama-lama kita lihat dunia itu kelabu, jahat. Kita cenderung pesimis dibanding melihat kesempatan. Kita jadi tidak melihat peluang sesuatu yang positif," kata Martin, saat seminar Mental Detoxification di Universitas Atmajaya, Rabu (2/11/2016).
Bila seseorang terlalu banyak dijejali dengan hal negatif, ungkapnya, maka pola pikir dan emosi orang itu bisa menjadi negatif. Hal ini bisa dilihat dalam status orang-orang yang tidak bisa mengontrol emosinya terhadap orang lain lantas meluapkannya di media sosial dalam bentuk hinaan, bahkan pembunuhan karakter.
"Cara berpikirmu, memengaruhi emosimu, memengaruhi tindakanmu. Kalau kita tiap hari dibombardir hal negatif, emosi kita jadi negatif. Jadi stres lah, jengkel lah," jelas Martin.
Ketua Program Studi S1 Fakultas Psikologi Universitas Atma Jaya, Dr. Yohana Ratrin Hestyanti, senada mengatakan, media sosial memang tak hanya menjadi gudang informasi, tetapi bisa menjadi salah satu pemicu masuknya racun dalam mental jika digunakan dengan tidak cerdas
"Ketika orang mudah tersulut emosi dan tanpa pikir panjang forward ke orang lain, maka dia sudah keracunan informasi, lalu dia tambah menyebar racun itu ke orang banyak. Ini jadi enggak baik," ucap Yohana.
Menurut Yohana, paparan negatif dari media sosial bisa menurunkan kualitas mental, seperti sulit menahan emosi. Melalui smartphone, pengguna media sosial seharusnya bisa memilah informasi dengan cerdas. Seraplah informasi yang lebih positif.
"Kita harus bisa menseleksi informasi. Ambil informasi yang bisa menjadi gizi untuk mental kita," demikian Yohana. [AM]