[caption id="attachment_10799" align="alignleft" width="300"] IST/Gedung KPK[/caption]
SIARAN PERS
JAKARTA, PB - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersinergi dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) meluncurkan Produk Politik Cerdas dan Berintegritas (PCB), yakni Naskah Kode Etik Politisi dan Partai Politik, serta Panduan Rekrutmen & Kaderisasi Partai Politik Ideal di Indonesia pada Kamis (24/11) di Hotel J.S. Luwansa, Jalan H.R. Rasuna Said, Jakarta.
Menurut Wakil Ketua KPK Laode M. Syarief, disusunnya dua naskah tersebut diharapkan mampu mendorong iklim politik yang cerdas dan berintegritas agar demokrasi kita benar-benar dijalankan oleh para politisi dan partai politik yang jujur, berintegritas, serta memegang teguh komitmen untuk memajukan bangsa dan meningkatkan kesejahteraan umum.
Satu hal penting yang perlu dicatat, “Kode etik politisi dan partai politik ini harus sejalan, senafas dan tidak bertentangan dengan UUD, UU Kepartaian, Undang-undang pemilu eksekutif dan legislatif,” katanya.
Karenanya, agar berjalan efektif, Syarief mensyaratkan empat syarat bagi para politisi dan partainya. Pertama, substansi kode etik ini masuk ke dalam dan menjadi bagian penting dari UU tentang Partai Politik; Kedua, naskah ini menjadi salah satu persyaratan mutlak apabila negara akan memberikan dana kepada partai politik yang berasal dari APBN; Ketiga, Kementerian Hukum dan HAM menjadikan naskah ini sebagai sebagian dari persyaratan mutlak bagi partai politik yang mendaftarkan diri sebagai badan hukum ke Kemenkumham; Keempat, adanya tekanan masyarakat kepada partai-partai politik agar naskah ini terinternalisasi di dalam jiwa, pikiran dan tindakan para politisi dan partai politik.
Panduan rekrutmen dan kaderisasi partai politik ini diharapkan dapat diadopsi oleh partai politik dalam melakukan perbaikan dan perubahan yang positif atas tata kelola partai politik. Dua naskah tersebut disusun melalui suatu proses yang panjang, mulai dari studi kepustakaan, berdiskusi dengan beberapa pemangku kepentingan seperti para akademisi, bupati, walikota, politisi, Bawaslu, KPU, aktivis LSM Kepemiluan, aktivis LSM bidang hukum, aktivis intra dan ekstra kampus di Jakarta, Makassar, Surabaya dan Medan, sampai dengan penulisan naskah akhir.
KPK menaruh perhatian pada rekrutmen partai politik sebagai hal yang strategis bagi kehidupan demokrasi. Sebab, dari sinilah upaya perbaikan pada kualitas orang-orang yang akan mengelola partai dan yang akan menjadi pejabat publik, bisa diwujudkan. Karena itu, “Partai politik perlu melakukan terobosan-terobosan dan inovasi baru dalam menjaring anggota, kader, dan para calon pejabat publik,” katanya.
Penyusunan dua naskah ini, merupakan bagian dari upaya pencegahan korupsi melalui perbaikan sistem dengan cara memperbaiki kebijakan. Sebab, dalam negara demokratis, peran dan fungsi partai politik sangat penting dalam mewujudkan aspirasi masyarakat.
“Kami menyadari, KPK perlu sinergi dan kerja sama dengan seluruh komponen bangsa untuk menyukseskan pekerjaan besar mewujudkan Indonesia yang bebas dari korupsi, mewujudkan peradaban baru Indonesia, mewujudkan cita-cita kemerdekaan kita dan menjadi bangsa yang unggul dan terhormat dalam pergaulan dunia,” pungkas Syarief.
Sementara itu, Menteri Koordinator Politik, Hukum dan HAM Wiranto menyatakan keprihatinannya terhadap proses rekrutmen dan kaderisasi partai politik yang tidak berjalan dengan baik. “Ternyata keprihatinan itu tidak sendirian, sebagaimana yang dirasakan KPK dan LIPI, dari keprihatinan ini diharapkan ada perbaikan,” katanya.
Wiranto melanjutkan, sejatinya politik itu memiliki tujuan yang mulia, salah satunya mewujudkan kesejahteraan dan keadilan sosial. Hal itu dapat terwujud, katanya, asalkan suatu negara memiliki format politik yang jelas, kode etik dan budaya politik yang baik. “Kalau begitu benar bahwa politik akan membawa kebaikan,” katanya.
Sementara itu, peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syamsudin Haris menegaskan pentingnya Naskah Kode Etik Politisi dan Partai Politik, serta Panduan Rekrutmen & Kaderisasi Partai Politik Ideal di Indonesia. “Demokrasi kita ada ditangan di parpol. Kalau parpol dan politisi baik, akan baik juga masa depan bangsa, begitu juga sebaliknya,” katanya.
Di sisi lain, partai politik belum mendapat kepercayaan publik, dimana kualitas pemimpin yang dihasilkan partai politik belum sesuai harapan masyarakat. “Bahkan sebagian besar justru jadi pasien KPK,” katanya. Karena itu, kode etik menjadi penting untuk menjadi panduan dalam menjalankan amanat rakyat bagi politisi, maupun parpol.
Gagasan untuk mendorong partai politik yang berintegritas yang dilakukan KPK merupakan respons balik masyarakat atas praktik korupsi politik serta praktik politik yang menyimpang lainnya. Sebanyak 32 persen perkara korupsi yang ditangani KPK menyeret aktor politik, seperti anggota DPR, DPRD dan kepala daerah.
Penyusunan dua pedoman ini, sejatinya adalah salah satu dari dua solusi yang ditawarkan KPK bagi penyelesaian permasalahan dalam politik Indonesia. Pedoman ini juga diusulkan satu paket dengan Rekomendasi Pendanaan Partai Politik, untuk mendorong tata kelola keuangan partai menjadi transparan dan akuntabel.
Solusi kedua, KPK telah menyelenggarakan Kelas Politik Cerdas Berintegritas (PCB) bagi mahasiswa dan pelajar SMA/sederajat. Ini dilakukan dalam upaya membangun integritas bagi calon kader politik masa depan yang diharapkan dapat mengimplementasikan integritas dalam setiap sikap dan perilaku politiknya kelak.
Selain dua panduan tersebut, KPK juga meluncurkan Media Komunikasi (online dan offline) untuk mendukung terjaganya ekosistem dan jejaring masyarakat politik dan Boardgame POLITRIK sebagai tools untuk meningkatkan pengetahuan tentang dinamika dalam proses politik praktis dan pentingnya cerdas berintegritas dalam proses politik untuk mewujudkan wajah baru politik serta masyarakat politik yang lebih cerdas dan berintegritas. [GP]