Robot penjelajah Curiosity saat berada di situs batu Buckskin, Mars. (REUTERS/NASA/JPL-Caltech/MSSS/Handout)
ROBOT penjelajah Curiosity milik NASA merekam adanya semburan metana di Mars. Temuan ini pada dasarnya berpotensi menjadi petunjuk awal mengenai "kehidupan asing" di Planet Merah.
Mars selama ini menjadi destinasi yang paling diincar oleh banyak perusahaan yang bergerak di industri keantariksaan. NASA sebagai badan pemerintah tampak tak lelah untuk terus mencari bukti kehidupan masa lampau di sana.
Temuan metana oleh Curiosity baru-baru ini dinilai oleh peneliti NASA Paul Mahaffy adalah bersifat sementara.
Meski termasuk temuan yang penting dari misi penjelajahan Mars, NASA tak ingin terburu-buru menyimpulkan.
"Kami tak mau mengeliminasi apa pun dan secara potensi temuan itu bisa saja jadi petunjuk adanya kehidupan atau bukti metana dari kehidupan lampau," terang Mahaffy seperti yang dilansir oleh International Business Times.
Kuat dugaan, semburan metana tersebut dihasilkan oleh bakteri seperti yang terjadi Bumi. Berdasarkan kriteria metana di Bumi, metana dihasilkan oleh mikroorganisme sebagai gas buang.
Menurut Mahaffy, yang menarik dari temuan itu adalah metana yang ditemukan kerap timbul-tenggelam. Itu sebabnya sang peneliti menduga terdapat sebuah sumber metana yang tersembunyi di satu titik di dalam perut Mars.
Meski demikian, NASA masih membutuhkan serangkaian uji kandungan isotop untuk membuktikan gas itu datang dari makhluk hidup.
Untuk saat ini Curiosity akan memanfaatkan instrumen Tunable Laser Spectometer yang terdapat di tubuhnya untuk menganalisis hasil uji kimia.
Deteksi Curiosity di area sekitar 300 meter persegi permukaan Mars itu menunjukkan peningkatan gas sepuluh kali lipat metana selama 60 hari Mars. Namun ketika Curiosity berjalan satu kilometer lebih jauh, metana itu menghilang.
Temuan ini merupakan kemajuan misi penjelajahan Mars oleh NASA. Belum lama dalam laporan The Telegraph, badan antariksa Amerika Serikat itu menemukan ikatan air di tanah Planet Merah.
Lebih jauh ke belakang tepatnya tanggal 27 Oktober lalu, Curiosity menemukan sebongkah batu antariksa yang terbentuk dari jenis material yang berbeda dengan batuan di Mars.
Misi menggapai dan mengungkap potensi kehidupan di Mars belakangan menjadi semacam kompetisi.
Selain NASA, lembaga antariksa European Space Agency (ESA) dari Eropa bersama Roscosmos dari Rusia sebelumnya baru saja mengutus robot penjelajah bernama Schiaparelli. Walau nasib Schiaparelli setelah menginjakkan kaki di permukaan Mars belum bisa dipastikan, hal itu menjadi pencapaian tersendiri bagi kedua lembaga tadi.
Di tempat lain, pengusaha sekaligus inovator Elon Musk punya ambisi menjadikan perusahaannya SpaceX sebagai yang pertama membawa manusia ke Mars pada tahun 2024. [CNN Indonesia]