Membayangkan film India yang politis, apalagi ideologis dan filosofis, tentu sulit sekali. Kalaupun ada, itu barang langka. Setidaknya itu anggapan banyak orang Indonesia. Maklum, sebagian film Bollywood yang masuk ke Indonesia itu berhaluan ‘menye-menye’.
Tetapi, ya nama juga anggapan, belum tentu benar. Dan memang, ada banyak film India yang politis. Film karya sutradara Prakash Jah ini salah satunya: Satyagraha. Betapa tidak, baru di bagian pembuka, penonton langsung disuguhi dialog filosofis.
Dialog di meja makan antara Dwarka Anand (Amitabh Bachchan), seorang professor pengikut Gandhisme, versus Manav Raghvendra (Ajay Devgan), seorang anak muda yang berambisi menjadi pengusaha sukses.
Manav, yang mewaki mimpi pemuda pada umumnya, menganggap naluri mengejar keuntungan (profit) sebagai hal lumrah. Hal itu telah mendorong persaingan. Dan persaingan melahirkan manusia-manusia terbaik. Karena itu, bagi Manav, keserakahan itu positif, karena telah menciptakan dorongan untuk bekerja keras.
Dwarka tentu berseberangan dengan pendapat itu. Sebagai pengikut Gandhi, dia menentang keras nafsu serakah. Dan baginya, persaingan untuk profit telah melahirkan manusia serakah. Dan, bagi Dwarka, keserakahan itulah yang melahirkan korupsi.
Beruntung, perdebatan keras di atas meja makan itu bisa dihentikan oleh ulah Akhilesh (Indraneil Sengupta), anak Dwarka, yang tiba-tiba menumpahkan makanan ke pakaian Manav. Dengan begitu, debat di meja makan itu terhenti.
/1/
Satyagraha menyoroti praktik korupsi yang seolah-olah endemik dalam sistim politik India. Namun, contoh kasusnya adalah sebuah kota bernama Ambikapur.
Di Ambikapur, segala-galanya butuh uang. Setiap urusan layanan publik perlu uang pelicin. Sementara pejabat negara, termasuk politisi dan partai politik, sibuk berebut proyek. Nah, supaya untungnya gede, maka sejak awal anggarannya di-mark-up.
Dan itu membawa bencana. Seperti kasus jembatan yang roboh dan menewaskan banyak orang. Akhilesh, yang menjadi insinyur pembangunan jembatan itu, meminta penggunaan semen yang berkualitas tinggi. Faktanya, kontraktor yang berkolusi dengan pejabat tinggi untuk menggunakan semen kualitas rendah.
Tidak berhenti di situ, untuk mencegah skandal itu terkuak, si pejabat memerintahkan pembunuhan Akhilesh. Tetapi pembunuhan itu dirancang seolah-olah kecelakaan biasa. Dan berhasil: Akhilesh tergelicir dari motornya, lalu dilindas truk besar.
Pejabat itu bukan pejabat rendahan, dia pejabat tinggi: seorang Menteri negara. Namanya: Balram Singh (Manoj Bajpai). Tetapi Balram Singh ini terbilang politisi lihai. Di hari pemakaman Akhilesh, dia justru membuat aksi pencitraan: menghargai dedikasi dan keahlian Akhilesh dengan memberi santunan sebesar 2,5 juta rupee.
Tetapi itu hanya pencitraan. Faktanya, ketika istri Akhilesh, Sumitra Anand (Amrita Rao), hendak mencairkan santunan itu, dia justru berhadapan dengan birokrasi berbelit-belit dan menuntut uang pelicin.
Inilah yang membuat Dwarka geram. Uang santunan itu hanya pemicu, tetapi sebetulnya dia sudah muak betul dengan sistim korup di kota itu. “Kau, semua orangmu, sistenmu, semua busuk dan korup,” kata Dwarka kepada Kepala Distrik Kolektor atau Kolektor. Dan Dwarka menumpahkan kekesalannya itu dengan tamparan tepat di wajah sang Kolektor.
Tamparan itu berujung kriminalisasi. Kolektor menggunakan tangan polisi untuk memenjarakan Dwarka. Namun, siapa sangka, kejadian ini telah menjadi awal dari revolusi sosial di Ambikapur. Dan siapa sangka, penggerakknya adalah Manav Raghvendra, yang telah menjadi pengusaha sukses.
Manav mulai mengorganisir kampanye. Awalnya, dia menggunakan media sosial. Halaman berjudul “Revolusi Ambikapur” muncul di halaman Facebook. Poster dan pamflet tertempel di hampir semua dinding di Ambikapur. Juga dukungan aktivis mahasiswa, Arjun (Arjun Rampul). Dan tidak ketinggalan, dukungan media massa lewat seorang jurnalis cantik, Yasmin Ahmed (Kareena Kapoor).
/2/
Yang menarik, saya kira, adalah bagaimana Manav mengkombinasikan pengorganisiran di akar rumput, media sosial/teknologi dan penggunaan data. Kombinasi itulah yang membuat gerakan yang diorganisir oleh Manav, Arjun dan Yasmin cepat menjalar.
Menghadapi gelombang pergerakan rakyat yang kian membesar itu, pejabat Ambikapur tidak melirik pendekatan jadul: menggunakan polisi dan tentara. Mereka juga menggunakan teknik baru, yakni Kill the Messenger: membunuh karakter si pembawa pesan. Media-media yang sudah dibayar oleh Balram Singh mengungkap sisi gelap Manav ke publik, mulai dari kasus suap hingga hubungan gelapnya dengan perempuan. Senjata ini terbilang efektif: dalam sekejap, publik tidak percaya lagi pada Manav. Akibatnya, pergerakan seketika jadi layu.
Ini satu pelajaran berharga bagi setiap aktivis pergerakan, bahwa mereka yang turun sebagai pembela rakyat harus bisa menampik segala hal yang berpotensi mencoreng pribadinya. Juga harus bisa menjauhi segala yang buruk di mata publik. Ini memang terkesan moralis, tetapi sangat penting bagi masyarakat yang masih menjunjung tinggi moralitas.
/3/
Manav dan kawan-kawannya sudah menempuh berbagai metode perjuangan, dari membuka posko pengaduan pengaduan, aksi massa hingga mendatangi langsung kantor-kantor kolektor, tetapi pemerintah tidak kunjung merespon tuntutan rakyat.
Akhirnya, Dwarka, yang memang penganut Gandhisme, menempuh jalan Satyagraha. Dia menggelar aksi mogok makan hingga tuntutan rakyat dipenuhi. Perjuangan Dwarka, atau sering dipanggil Daduji, berhasil meraih dukungan luas.
Satyagraha memang identik dengan Gandhi. Satyagraha, yang berarti berpegang teguh pada kebenaran, merupakan bentuk perlawanan pasif terhadap kolonialis Inggris. Metode ini mengedepankan perjuangan non-kekerasan.
Namun, aksi mogok makan Daduji tetap membuat pemerintah bergeming. Hingga akhirnya, karena dirasuki rasa putus asa, salah seorang rakyat jelata melakukan aksi bakar diri. Korban bakar diri ini kemudian diarak keliling kota, yang segera membakar kemarahan seluruh rakyat. Amok pun terjadi. Sejumlah polisi dibunuh secara sadis. Penjarahan di mana-mana. Pada situasi itulah, Balram Singh punya dalih untuk mengerahkan militer ke Ambikapur.
Tentara dan rakyat berhadap-hadapan. Daduji, yang sudah tertatih-tatih, berusaha mencegah bentrokan. Dia sendiri yang tertembak dalam kejadian itu. Dalam keadaan sekarat dia berteriak: “hentikan kekerasan ini.”
Baru kematian Daduji yang membuka mata pemerintah. Balram Singh akhirnya ditangkap. Tetapi perjuangan belum mencapai kemenangan.
/4/
Nah, berbagai perjuangan sudah dilakukan. Dari aksi massa, pemogokan, mogok makan hingga aksi langsung. Tetapi itu belum cukup mengubah keadaan. Lantas, apa perjuangan selanjutnya?
Soal itu terjawab dalam pesan Manav kepada Arjun penghujung di film ini:
“Kita harus mengubah sistim politik. Tetapi tidak dari luar (ekstra-parlemen), Arjun. Berpartisipasilah di dalamnya. Dengan sekelompok pemuda, bangunlah sebuah partai yang sesuai dengan prinsip pergerakan kita. Kita semua akan mendukungmu. Dengan begitu, penyuap dan koruptor di negara kita akan hilang.”
Singkat cerita, aksi massa dan variannya perlu dibarengi dengan perjuangan politik di dalam kekuasaan. Rakyat yang berlawan harus diorganisasikan ke dalam Partai Politik. Kemudian turut bertarung dalam Pemilu untuk memenangkan dukungan rakyat luas. Kalau kekuasaan politik sudah di tangan pergerakan, maka perubahan akan menjadi mungkin. [Risal Kurnia/Berdikari Online]
Satyagraha (2013) | Durasi: 153 menit | Negara: India | Sutradara: Prakash Jha | Pemain: Amitabh Bachchan, Ajay Devgn, Kareena Kapoor, Arjun Rampal, Manoj Bajpai dan lain-lain.