Nama Krispy Jaya di Belitung tentu tak asing. Adalah Miftahul. Mantan nelayan, buruh pelabuhan dan kuli kasar di pasar-pasar kawasan Belitung dan sekitarnya yang sukses mengibarkan lini bisnis berbendera “Jaya” atau yang lebih dikenal sebagai Kripsy Jaya.
Miftahul yang berasal dari Jawa mengaku sangat mencintai Belitung. “Biar saya bukan asli Belitung, tapi saat ini saya dan keluarga hidup di Belitung, dan kami mencintai tanah ini,” katanya ketika ditemui Tim IndoTelko, belum lama ini. Ia pun senantiasa mematri kecintaan akan Tanah Kelahiran anak-anaknya, Belitung, kepada buah hatinya.
Kesuksesan Miftahul yang kini sudah menasional, tak luput dari kelompok UKM yang juga dibina Telkom bersama pemerintah daerah Kabupaten Belitung. Krispi Jaya merupakan salah satu anggota KUMKM Belitung yang jadi percontohan dan dinilai sukses membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar dan wilayah lain di Pulau Sumatera.
Sebelum berjaya
Bendera Jaya yang dikibarkan Muftahul muncul tak serta-merta langsung ber-jaya. Bisnis oleh-oleh makanan khas Belitung ini dibangun benar-benar dari bawah. Bahkan Miftahul sendiri belum terjun secara full di lini ini. Ia masih berkutat dengan pekerjaan utamanya sebagai buruh dan nelayan.
Berawal dari banyaknya ikan-ikan hasil tangkapannya yang tidak bernilai tinggi dari sisi harga. “Waktu saya jadi nelayan saat itu, banyak sekali ikan-ikan yang tidak berkualitas dari sisi harga. Nilai jualnya hampir tidak ada harganya. Alhasil ikan-ikan tersbut saya bagi-bagikan ke para tetangga,” cerita Miftahul. Namun menurut Miftahul, lama-kelamaan ia pun merasa tidak enak kepada para tetangganya yang selalu diberi ikan tak berkualitas tersebut. “Jangan-jangan mereka marah karena selalu saya kasih ikan gak bagus. Dikira mentang-mentang gak bagus, ikan saya bagi-bagikan,” katanya.
Miftahul lalu berpikir keras dan kerap mendatangi para ibu-ibu yang suka membuat makanan. Ia mengatakan bahwa ia akan menyuplai ikan sebagai bahan baku, dan para ibu-ibu bisa membuat berbagai makanan dari ikan-ikan tersebut, salah satunya pilus. “Ikan-ikan ini saya berikan gratis,” ceritanya.
Lama-kelamaan usaha para ibu-ibu tersebut mulai menampakkan hasil. Dan Miftahul pun mulai membuka model kerjasama dalam penyediaan bahan baku. “Saya sampaikan kepada mereka, bahwa kerja sama ini sudah layak dibagi. Artinya saya juga mesti menikmati hasil dari usaha ini meski sedikit,” katanya.
Waktu terus berputar dan otak bisnis Miftahul makin moncer. Ia berfikir untuk mendapatkan pendapatan yang lebih dari sekedar berbagi hasil kerjasama. Alhasil ia mulai menjalankan bisnis ini sendiri dan menggandeng para ibu-ibu yang ingin mendapatkan penghasilan tambahan. Tahun 2009 Miftahul mulai menjalankan usaha berbendera Jaya.
Seperti dilansir Smarbisnis, Pria berperawakan besar ini memulai usahanya dengan modal sebesar Rp. 300 ribu. Ia pun makin bersemangat melaut dan mencari ikan sebagai bahan baku usahanya ini.
Saatnya memanen hasil
Hingga saat ini Kripsy Jaya sudah mampu mempekerjakan 10 karyawan dan berhasil mendidik sekitar 60 pengrajin. Industri rumahan ini pun sudah mampu memenuhi permintaan distributor di 10 titik di kawasan Bangka Belitung.
Perusahaan rumahan ini pun mulai berinovasi dari sisi ketersediaan pilihan rasa dari olahan pilus ikan dan rumput laut. Ada sekitar 10 pilihan rasa makanan krispy buatan Miftahul.
Kecintaan akan Belitung dan niat untuk mempromosikan hasil alam Belitung, membuat Miftahul pun berinovasi dalam penggunaan lada. Belitung yang juga dikenal dengan hasil lada nya, dimanfaatkan sebaik mungkin oleh Miftahul sebagai tambahan bumbu pada produknya. Pilus rumput laut ala Jaya pun menjadikan lada sebagai rasa andalan dan unggulan Krispy jaya.
Dalam sehari, Krispy Jaya mampu menyerap bahan baku rumput laut sebanyak 20 kg. “Produksi ini hanya mampu memenuhi kebutuhan distributor. Belum bisa mengisi permintaan di Gallery UMKM. Kami harus ekstra memproduksi lagi untuk memenuhi permintaan gallery,” tegasnya.
Digitalisasi Telkom
Berkat dukungan Telkom dengan koneksi internet Broadband via Fiber Optiknya, industri rumahan seperti Krispy Jaya pun mulai merambah pasar di luar Belitung bahkan mancanegara.
Uniknya jaringan internet ini pulalah yang menjadikan Miftahul sebagai motivator dan trainer bagi para calon-calon pengrajin yang tersebar di seluruh wilayah nusantara. “Saya sering diminta untuk memberikan training dan pengajaran ke berbagai propinsi khususnya di kawasan Sumatera,” ceritanya.
Ia pun kerap ke Jakarta untuk menerima berbagai penghargaan dari pemerintah khususnya Kementerian Pariwisata.
Miftahul pun tak pelit-pelit dalam berbagi ilmu. Ia tak segan-segan mengajari dan membina masyarakat sekitarnya untuk bisa mencapai kesuksesan seperti dirinya. “Permintaan akan produksi ini sangat banyak. Peluang masih terbuka,” katanya. “Saya kepingin agar orang-orang tertarik dan melihat bahwa kita bisa bekerja mandiri”’ tambahnya.
Terkait pendanaan dan kebutuhan pengembangan bisnisnya, Miftahul selain di dukung oleh kementerian pariwisata, juga didukung pihak ketiga seperti halnya Telkom. Kredit dengan bunga 0,5% yang diberikan Telkom merupakan salah satu fasilitas yang bisa dinikmati oleh industri rumahan ala Miftahul.
Kesuksesan Miftahul tak hanya dari nilai omset yang masuk ke rekening tabungannya atau kerap diundangnya Miftahul sebagai motivator dan trainer di berbagai daerah.
Salah satu wujud kesuksesan Miftahul pun tercermin dari pendidikan dan masa depan anak-anaknya. “Anak saya 3 orang, dan alhamdulilah yang dua sudah sarjana dan satunya sedang menysuun skripsi untuk jadi sarjana pula,” tambahnya.
“Anak saya kuliah di tempat yang biasa-biasa saja. Jurusan Adminsitrasi Publik di Universitas Jenderal Sudirman dan jurusan perikanan di Universitas Islam Sunan Kalijaga (IAIN Sunan Kalijaga), dan calon sarjana di jurusan Sosiologi,” kata Miftahul merendah. “Saya ini SD saja tidak tamat. Cuma buruh serabutan, jadi anak saya jangan sampai seperti bapaknya,” ujarnya bersemangat.
“Saya mau ketiga anaknya balik ke Belitung dan membangun Belitung. Kami memang pendatang, tapi anak saya lahir di sini dan harus mencintai Tanah Kelahirannya, Belitung,” tegasnya.
Miftahul adalah salah satu contoh “korban” digitalisasi Telkom yang mulai merambah dunia di luar kampungnya yang berupa pulau kecil di pinggiran pulau Sumatera. Pulau Belitung yang sejak pukul 5 sore hingga dini hari, benar-benar terputus dari sisi transportasi dari dunia luar. Betapa tidak, penyebarangan via laut ke pulau Bangka hanya sampai pulul 17.00 Wib dan penerbangan terakhir paling banter hingga pukul 19.00 Wib.
Meski begitu, pulau ini mampu bersinar dengan sinar yang berwarna-warni sebagaimana pelangi dan mampu “bertarung” di industri wisata bak seorang laskar di medan perang. Adalah Belitung, Negeri Laskar Pelangi. (Yn)