BENGKULU, PB - Perwira Seksi Pengamanan Wilayah (Pas Panwil) Korem 041/Gamas Deksi Fantoni mengatakan Indonesia saat ini menjadi korban proxy war. Karena itu, ia minta agar para pemuda mengambil peran dalam perang ini.
Proxy war atau Perang proksi terjadi ketika kekuatan lawan menggunakan pihak ketiga sebagai penggantinya, seperti aktor non-negara kekerasan, dan pihak ketiga lainnya yang bisa menyerang lawan tanpa menyebabkan perang skala penuh.
Baca juga: NKRI Harga Mati dan Walikota Ajak Pemuda Jaga Keutuhan NKRI
"Dalam perang proxy war, yang kita hadapi bukan perang konvensional melalui serangan oleh negara lain, kondisi ini kecil kemungkinan karena ini bertentangan dengan konvensi Genewa," kata dia, saat menjadi pemateri dalam acara Desiminasi Wawasan Kebangsaan Menjaga Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) Melalui Organisasi Masyarakat (Ormas), Selasa (6/11/2016).
Menurutnya, proxy war ini terjadi karena negara internisonal mengalami krisis energi, pangan dan air. Persediaan energi semakin lama semakin habis, persediaan makanan lama-kelamaan juga akan habis.
"Kita ingat teori Malthus, Jumlah penduduk meningkat seperti deret ukur dan ketersediaan makanan meningkat seperti deret hitung. Artinya selalu ada titik kritis," ucapnya.
Mengutip data tahun 2011, ia menyampaikan penduduk dunia berjumlah 7 miliar. Angka ini akan bertambah pada 2019, yang diprediksi menjadi 8 miliar dan batas titik kritisnya adalah 11 miliar.
"Dampak ledakan penduduk ini, negara dengan persedian energi akan ditumbuhkan konflik. Dan kita (Indonesia) menjadi salah satu sasaran penguasaan," jelasnya.
Ia mencontohkan banyak sekali kondisi di Indonesia yang dimanfaatkan oleh asing untuk melancarkan proxy warnya. "Tawuran pelajar dan mahasiswa juga dimanfaatkan. Termasuk idelogi baju palu arit. Ancaman politik seperti money politik, dan lain-lain," sambungnya.
Lebih lanjut, ia memaparkan, ekonomi Indonesia juga terancam. Misalnya, gas metana, batubara, sudah dikuasai asing semua. Mulai dari aceh, Kalimantan, papau, tidak ada bendera merah putih yang mengelola energi kita. "Tidak usah jauh-jauh, PT Injatama yang ada di Ketahun, banyak pekerja China," kata dia. [IC]