JAKARTA, PB - Pakar Hukum Tata Negara, Mahfud MD menilai upaya aktifis politik yang mendesak Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI untuk mencabut mandat Presiden Joko Widodo dan Jusuf Kallah belum bisa dikatakan sebagai makar.
Baca juga: Jokowi: Isu Makar Sekedar Mengingatkan
Hal tersebut disampaikan menyikapi aksi penangkapan Delapan Tokoh Politik Ditangkap Terkait Dugaan Makar diantaranya Rachmawaty Soekarnoputri, Ratna Sarumpaet, Sri Bintang Pamungkas, Kivlan Zen, Adityawarman Taha, Jamran, Hatta Taliwang dan Ahmad Dani. Serta dua lainnya, Jamran dan Rizal Kobar.
Mantan ketua MK, Mahfud MD lebih jauh menjelaskan upaya yang dilakukan Rachmawaty Cs, untuk menduduki MPR yang kemudian dinilai sebagai dugaan makar merupakan hal yang sia-sia. Pasalnya telah terjadi amandemen Undang-undang yang tidak memungkinkan dilakukan hal tersebut.
"Mungkin Mbak Rahma dan kawan-kawan belum tahu bahwa sekarang sudah berbeda dari masa Pak Harto atau Gus Dur di mana legislatif tak bisa lagi memberhentikan Presiden. Sejak tahun 2004, Undang-Undang Dasar sudah diamandemen," ungkap Mahfud ketika ditemui di kompleks Kepatihan, Jumat (2/12/2016).
Senanda dengan itu, Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane mengatakan langkah penegakan hukum aparat kepolisian sangat berlebihan. Menurutnya cara tersebut sebagai wujud arogansi dan kesewenang-wenangan Kapolda Metro Jaya yang bertolak belakang dengan sikap Kapolri yang intens melakukan pendekatan dan dialog dengan tokoh-tokoh masyarakat jelang aksi damai Bela Islam III.
"Kapolda Metro Jaya tidak punya dasar hukum yang jelas dalam menangkap kedelapan tokoh itu. Apalagi jika Polda Metro Jaya menangkap mereka dengan alasan telah melakukan upaya makar, yang tolak ukurnya tidak jelas secara hukum," ujarnya dengan mengatakan aksi kepolisian terlampau "lebay".
Lebih lanjut, Neta menyatakan seharusnya Kapolda Metro Jaya segera menangkap Ahok sebagai sumber masalah dan bukan menangkap tokoh politik yang sekedar menyampaikan pendapatnya ditengah kebebasan demokrasi saat ini.
"Akibat ulah Ahok sudah terjadi kegaduhan dan kekacauan yang membuat Polri kerepotan eskalasi kamtibmas memanas. Tapi kenapa Ahok sebagai sumber masalah tidak ditangkap? Kenapa yang ditangkap justru tokoh tersebut," kata dia dengan dahi mengericit.
Tindakan Kapolda Metro Jaya dinilainya terlalu mengada-ada dan bisa menimbulkan kegaduhan politik ditengah upaya dialog mensukseskan aksi damai Bela Islam III di Monumen Nasional. Untuk itu IPW mendesak Kapolri segera mencopot Kapolda Metro Jaya dan segera membebaskan kedelapan tokoh agar situasi politik ibu kota tidak semakin panas.
Untuk diketahui, ke 10 tokoh politik tersebut ditangkap antara pukul 03.00 WIB sampai pukul 06.00 WIB. Kesepuluh orang itu kini sudah jadi tersangka. Delapan orang di antaranya dikenai Pasal 107 juncto Pasal 110 juncto Pasal 87 KUHP. Sementara dua orang lain dikenai pasal dalam UU ITE.
Baca juga: Ini Isi Surat Sri Bintang Pamungkas yang Diduga Makar
Kesepuluhnya tokoh politik tersebut, Ahmad Dani (pasal 207 KUHP) ditangkap di Hotel San Pasific, Eko (pasal 107 jo 110 KUHP jo 87 KUHP di rumahnya Perum Bekasi Selatan, Adityawarman (pasal 107 jo 110 KUHP jo 87 KUHP) ditangkap di rumahnya, Kivlan Zein (pasal 107 jo 110 KUHP jo 87 KUHP ditangkap di rumahnya Komplek Gading Griya Lestari Blok H1 -15 Jl. Pegangsaan Dua, Firza Huzein Pasa (107 jo 110 KUHP jo 87 KUHP) ditangkap di Hotel San Pasific pada pukul 04.30 WIB, Racmawati ditangkap di kediamannya pukul 05.00 WIB dan Ratna Sarumpaet ditangkap di kediamannya pukul 05.00 WIB, serta Sri Bintang Pamungkas ditangkap dikediamannya di C ibubur. Jamran (dijerat UU ITE) diamankan di Hotel Bintang Baru dan Rizal Kobar (UU ITE) ditangkap di Samping Sevel Stasiun Gambir Jakpus pada pukul 03.30 WIB. (Yn)
*Diolah dari berbagai sumber