JAKARTA, PB - Pemerintah Indonesia tidak tinggal diam terhadap nasib umat Islam di Myanmar. Pemerintah telah melakukan serangkaian upaya untuk membantu kelompok minoritas Muslim di Myanmar, baik melalui proses dialog maupun juga pemberian bantuan kemanusiaan.
Mantan Sekjen Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Kofi Annan selaku Ketua Advisory Commitee untuk Rakhine State (Myanmar) mengapresiasi langkah yang diambil oleh Indonesia dalam membantu menyelesaikan yang sedang terjadi di Rakhine State, Myanmar.
“Langkah-langkah yang diambil oleh Indonesia merupakan langkah yang sifatnya konkret, langsung berbicara dengan pemerintah Myanmar tapi kita juga mengikutsertakan organisasi kemasyakatan (Ormas), termasuk organisasi kemasyarakat Islam,” kata Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi kepada wartawan usai mendampingi Presiden Joko Widodo menerima Kofi Annan, di Bali International Convention Center, Nusa Dua, Bali, Kamis (8/12) siang.
Langkah kerja sama di dalam konteks interfaith dialogue (dialog antar agama) juga telah dimulai untuk menangani situasi Rakhine State yang menyangkut konflik horisontal antar community, masyarakat. Juga, tidak tertutup kemungkinan, pelatihan misalnya yang terkait dengan community policy, yang terkait dengan kebijakan perdamaian.
Untuk langka yang lebih panjang, menurut Menlu, ada beberapa hal yang diperlukan, dan hal ini sudah dibahas Menlu dengan State Counsellor Daw Aung San Suu Kyi, saat bertemu di di Naypyidaw, Myanmar, Selasa (6/12) malam.
Beberapa hal itu adalah kerja sama untuk pemberian kapasitas, melanjutkan pemberian kapasitas di bidang good government, democracy, dan juga di bidang HAM (Hak Asasi Manusia). “Ini program sebenarnya sudah pernah lakukan tetapi akan diteruskan. Karena ini juga masih merupakan hal yang dianggap penting oleh pemerintah Myanmar,” ungkap Menlu.
Konflik yang terjadi sejak tahun 2012 ini menyebabkan korban meninggal dan sekitar 90.000 orang telantar akibat kekerasan. Sekitar 2.528 rumah dibakar, dengan 1.336 di antaranya milik Rohingya dan 1.192 di antaranya milik Rakhine.
Seperti dirangkum Wikipedia, konflik ini meletus antara orang Buddha Rakhine melawan Muslim Rohingya di negara bagian Rakhine utara, Myanmar, walaupun pada bulan Oktober Muslim dari segala etnis mulai menjadi sasaran. Penyebab utamanya masih belum jelas, meski banyak komentator menyebut pemerkosaan dan pembunuhan seorang perempuan Rakhine yang diikuti oleh pembunuhan sepuluh Muslim Burma oleh orang Rakhine sebagai pemicunya.
Pemerintah Myanmar menanggapi dengan menetapkan jam malam dan mengirim pasukan ke wilayah konflik. Pada 10 Juni, keadaan darurat dinyatakan di Rakhine, sehingga angkatan bersenjata dapat turut serta dalam administrasi di wilayah tersebut. Tentara dan polisi Burma dituduh menarget orang Rohingya melalui penangkapan massal dan kekerasan.
Banyak pihak mengkritik pemerintah Myanmar karena mengakibatkan krisis kemanusiaan terhadap orang Rohingya dengan mengisolasi mereka di kemah-kemah, menangani mereka secara kasar, dan menolak akses terhadap bantuan kemanusiaan, seperti penangkapan relawan. Atas kejadian tersebut, Pemerintah Indonesia berupaya menjembatani perdamaian di wilayah Rakhine. (Yn)
*Diolah dariberbagai sumber