JAKARTA, PB - Penerimaan sektor pajak dan cukai menjadi penumbang terbesar untuk kas negara. Sayangnya, target penerimaan perpajakan (pajak dan bea cukai) tahun ini sulit tercapai. Hingga akhir November 2016, penerimaan perpajakan baru mencapai Rp 1.098,5 triliun.
Baca juga: Tax Amnesty Gagal Jadi Alasan Pemerintah Berutang
Realisasi penerimaan ini masih jauh atau sekitar 83% dari yang diinginkan pemerintah, yakni sebesar Rp 1.320,2 triliun. Padahal angka yang diinginkan itu sudah memperhitungkan shortfall yang diperkirakan sebesar Rp 219 triliun.
Dengan sisa satu bulan ini, target penerimaan perpajakan sulit dicapai. Soalnya, pemerintah harus mencari penerimaan perpajakan sebesar Rp 221,7 triliun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, setelah mengidentifikasi, penerimaan pajak dan bea cukai yang bisa diperoleh di Desember berkisar Rp 143 triliun-Rp 144 triliun. Angka itu berasal dari penerimaan rutin sekitar Rp 101 triliun-Rp 102 triliun, dan Rp 42 triliun dari tebusan tax amnesty.
Pemasukan bea cukai akan mengandalkan cukai hasil tembakau. Pengusaha rokok bakal membayar cukai tahun ini lantaran tahun depan, kenaikan tarif cukai hasil tembakau mulai berlaku. "Meskipun ada shortfall, tidak akan besar," kata Sri Mulyani, baru-baru ini. Namun, ia enggan menyebutkan, berapa perkiraan penerimaan bea cukai di Desember ini.
Yang jelas, jika penerimaan pajak di bulan Desember ini diperkirakan Rp 143 triliun–Rp 144 triliun, penerimaan bea cukai harus Rp 77,7 triliun-Rp 78,7 triliun. Jumlah tersebut jauh di atas rata-rata penerimaan bea cukai bulanan yang hanya Rp 12 triliun.
Namun, Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan, penerimaan bea cukai di akhir tahun biasanya lebih tinggi tiga kali lipat dari bulan biasa. Sebab, selain ada pelunasan pita cukai Desember, juga ada pelunasan untuk Januari dan Februari 2017.
Namun, untuk mengejar shortfall penerimaan perpajakan Rp 219 triliun, Yustinus menilainya berat. Jika amnesti pajak sukses pun, realisasi penerimaan pajak hanya mencapai 85% dari target dalam APBN-P. "Sekarang lebih konsentrasi ke cashflow. Kalau kondisinya seperti ini, defisit akan melebar," katanya seperti dilansir Kontan. (Yn)