JAKARTA, PB - Pasca pelantikan Donald Trump sebagai Presiden ke-45 Amerika Serikat, reaksi dunia pun berubah. Jika sebelumnya Amerika Serikat selalu mempromosikan kebijakan liberalisasi pasar maka kali ini, dibawah pengusahan real estate ini kebijakan proteksi menjadi pilihan.
Duta besar Prancis untuk AS Gerard Araud sebagaimana dilansir Antaranews, malah meramalkan adanya tatanan dunia yang baru dengan kehadiran Donald Trump, meskipun tatanan baru tersebut memberi kecemasan pada banyak negara. Dunia sedang terbalik menurut Around.
Dalam pidato pertamanya sebagai Presiden AS , Donald Trump kembali menegaskan kebijakan tertutup (proteksi) dengan mengatakan semua kebijakannya mulai hari ini akan selalu mengedepankan kepentingan warga Amerika, Washington DC, AS, baru-baru ini. (Baca juga: Indonesia Waspadai ‘Trump Effect’).
Selain itu, Berdasarkan laporan World Trade Organization (WTO), saat ini AS memiliki hambatan nontarif sebanyak 4.780. Sementara itu, Indonesia hanya memiliki 272 hambatan nontarif. Artinya, Amerika Serikat sejak semula tidak berkomitmen terhadap liberalisasi pasar.
Menyikapi hal tersebut, Komisioner Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia Bidang Ekonomi, Rony Mamur Bishry, menganggap peluang Indonesia masuk pasar Amerika Serikat semakin kecil setelah Donald Trump resmi menjadi pemimpin negara itu.
Trump yang mengusung kebijakan tertutup dan memproteksi ekonomi tersebut menurut Rony, sebaiknya Indonesia mencari pasar ekspor baru sebagai alternatif sehingga ketergantungan pada AS menurun. "Kalau AS tidak mau, siapa gantinya yang harus kita pikirkan. Jadi kalau ekspor tidak bisa ke AS, ke mana?" ujar Ronny dalam diskusi di Jakarta, Sabtu (21/1/2017).
Selama ini Amerika menjadi negara nomor satu tujuan ekspor. Diketahui, nilai ekspor nonmigas ke Amerika Serikat pada tahun 2016 merupakan yang terbesar dari total ekspor Indonesia. Angkanya mencapai US$1,62 miliar. Jika proteksi ini segera diberlakukan maka Indonesia akan kehilangan pasar potensial.
Pasar Indonesia masih bisa dipastikan akan bertahan di kawasan ASEAN. Jika tak lagi bisa melakukan ekspor ke AS, kata Ronny, negara-negara di kawasan Asia bisa menjadi alternatif. Namun, Indonesia masih berpeluang bekerja sama dengan AS dalam sektor lain, seperti teknologi.
Indonesia, kata dia, harus menyesuaikan kebutuhan di sana dan memanfaatkan kesempatan untuk masuk menjadi bagian kecanggihan teknologi AS. "Mau tidak mau harus menyesuaikan kemampuan kita, bisa tidak di bagian high technology kita kuasai," kata Ronny.
Meski begitu, dampak kebijakan Trump belum akan begitu terasa ke negara-negara rekanan dalam tiga bulan pertama. Dampaknya akan terlihat begitu kebijakan tersebut berjalan selama satu tahun. Hal ini menjadi tantangan Indonesia untuk meningkatkan kualitas produk agar bisa dengan mudah masuk ke pasar internasional.
"Pekerjaan rumah kita meningkatkan kompetisi, meningkatkan kualitas produk. Mending sekarang persiapkan diri kita lebih baik, persiapkan industri kita," kata Ronny sebagaimana dilansir Kompas.com. (Yn) *Diolah dari berbagai sumber