Jakarta - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang segera dilantik pada 20 Januari 2017 mendatang, namun pelaku pasar masih menunggu kebijakan ekonomi yang akan ditempuh presiden asal Partai Republik tersebut.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo bahkan menghawatirkan bagi perekonomian Indoensia jika saja janji kampanyenya Make America Great Again benar-benar dilaksanakan sebab protektif di bawah Trump empat tahun ke depan bisa menggangu perekonomian nasional.
"Saya melihat bahwa memang kita harus perhatikan perkembangan AS di tanggal 20 Januari nanti. Itu yang bisa berikan kejelasan bagaimana dampaknya ke negara-negara di dunia. Untuk Indonesia, kalau AS lebih protektif, lebih menutup diri, tentu ada dampaknya kepada perdagangan Indonesia,dan hal-hal ini yang perlu kita waspadai di tanggal 20 Januari nanti," tandasnya.
Hal senada juga disampaikan Menteri Ekonomi, Sri Mulyani, bahwa pemerintah tetap akan memantau perkembangan kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS) terpilih Donald Trump. Kebijakan Trumo dinilai akan berpengaruh terhadap seluruh negara di dunia, termasuk Indonesia.
"Lingkungan global saat ini masih tidak pasti. Kebijakan Donald Trump selama masa kampanye lebih kepada retorika untuk melakukan stimulus ekonomi di dalam negeri. Kebijakan proteksi dan lainnya yang dibuat Trump pasti akan sangat berbeda dengan kebijakan sebelumnya," ungkap Sri Mulyani
Keseimbangan arus modal dan keseimbangan dana di dunia pun akan terjadi melalui perubahan kebijakan ekonomi AS nantinya. Khusunya dampaknya terhadap ekonomi nasional karena Indonesia memiliki ekspor yang cukup besar ke AS. Diketahui, nilai ekspor nonmigas ke Amerika Serikat pada tahun 2016 merupakan yang terbesar dari total ekspor Indonesia. Angkanya mencapai US$1,62 miliar.
Beberapa komoditas andalan ekspor indonesia:
Untuk diketahui, program ekonomi Trump disebut cukup ambisius dengan target terciptanya 25 juta lapangan kerja dalam sepuluh tahun. Untuk mencapainya, ada beberapa poin penting yang direncanakan.
Pertama, mencapai target pertumbuhan ekonomi 3,5 persen rata-rata per tahun.
Kedua, meluncurkan pro-growth tax plan yang di dalamnya mengurangi pajak bagi kelas pekerja dan kelas menengah AS secara bervariasi serta memotong pajak korporasi hingga 15 persen dari yang selama ini 35 persen.
Ketiga, Trump berencana menerapkan terobosan dalam regulasi yang modern dengan melakukan deregulasi berbagai peraturan yang pada masa Obama dianggap terlalu rigid serta tumpang-tindih.
Keempat, mengedepankan kebijakan perdagangan yang menempatkan AS sebagai prioritas utama. Trump memfokuskan setiap perjanjian perdagangan yang diharapkan meningkatkan GDP. Bila tidak, akan dilakukan peninjauan ulang seperti halnya rencana merenegosiasi NAFTA. Hal yang paling mengejutkan mungkin adalah niat menarik diri dari Trans-Pacific Partnership (TPP) dan mengecap Tiongkok sebagai negara yang sengaja memanipulasi nilai tukar yuannya demi mendapatkan keuntungan dari kegiatan ekspor mereka.