BENGKULU, PB - Keinginan Pemerintah Kota Bengkulu untuk mempercepat pembangunan daerah melalui dana pinjaman (utang) ke Pemerintah Pusat belum terwujud. Untuk itu, Dinas Komunikasi Informatika dan Persandian Kota Bengkulu menjelaskan batalnya pinjaman tersebut sebagaimana yang disampaikan Walikota Bengkulu H. Helmi Hasan pasca Rapat Paripurna terkait Pengesahan APBD 2017, disebabkan belum adanya kesamaan pandangan.
Sebagian pihak baik dewan kota maupun forum RT masih memiliki pandangan yang berbeda terkait urgensi rencana pinjaman dana sebesar Rp 250 Miliar tersebut. Perbedaan pandangan ini mesti dipahami sebagai bagian dari proses dialogis antara legislatif dan eksekutif dalam menetapkan prioritas pembangunan.
"Prioritas pemerintah saat ini adalah menjamin pembangunan infrastruktur yang merata dan adil untuk kepentingan publik menjadi hal utama yang perlu dipahami semua pihak," terang Eka Suniarti, Plt Diskominfo dan Persandian Kota Bengkulu.
Karena itu, rencana Pemerintah Kota (Pemkot) Bengkulu untuk mendapatkan pinjaman dana melalui Kementerian Keuangan RI perlu disikapi secara arif dan positif oleh semua pihak sebab tujuan tersebut untuk peningkatan sarana publik agar menunjang investasi. Menurutnya, lahirnya penolakan sebagian pihak tertentu terjadi karena adanya saluran informasi yang tersumbat. Akibatnya supplay informasi yang diperoleh sebagian pihak tidaklah sesuai dengan persepsi yang diharapkan pemerintah.
"Pesan yang ingin disampaikan Bapak Walikota agar sumber saluran informasi terkait dengan setiap kebijakan pemerintah perlu satu pintu melalui pemerintah sehingga tidak ada kesalapahaman dan informasi yang bersifat profokatif yang diterima publik," terang mantan Kepala Bidang Kewaspadaan Dini Kesbangpol Kota Bengkulu itu.
Pemerintah berharap agar kebijakan Walikota Bengkulu H. Helmi Hasan untuk melakukan pinjaman dana ke Pemerintah Pusat dipahami sebagai hal yang sah sebagaimana peraturan perundangan yang berlaku sesuai dengan PP 54/2005 dan PP 30/2011 sesuai UU 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
"Dalam Undang-undang tersebut dijelaskan bahwa dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi keuangan, serta percepatan pembangunan daerah maka Pemerintah Daerah boleh melakukan pinjaman," jelasnya.
Rasio pinjaman pun, sambungnya telah diatur dalam persyaratan pinjaman agar tidak membebani APBD. Sehingga pinjaman nantinya tidak membebani keuangan daerah.
"Hal ini perlu kami jelaskan agar semua pihak dapat memahami secara arif keinginan Pemerintah Kota Bengkulu dalam melakukan pinjaman tidak disalahtafsirkan oleh pihak lain untuk menciptakan opini negatif yang merugikan masyarakat juga," kata Eka dengan tersenyum.
Rasionalisasi dan pemanfaatan pinjaman juga jelas untuk kebutuhan infrastruktur publik yang menjadi harapan masyarakat Kota Bengkulu. Perencanaan dan pengawasan dana pinjaman ini pun bisa melibatkan semua pihak baik SMI, maupun KPK.
Meski pemerintah menyangkan rencana pinjaman ini tidak memperoleh persetujuan DPRD Kota Bengkulu, namun Walikota Bengkuku H. Helmi Hasan masih optimis dapat menggali sumber potensi yang lain untuk menggenjot pembangunan.
"Artinya Pemerintah Kota telah mengupayakan secara maksimal percepatan pembangunan daerah seperti yang selama ini dilakukan dengan menekan belanja pegawai dan memperbesar belanja publik sehingga pendanaan pembangunan infrastruktur dapat berjalan dengan baik," tutupnya. (Rls/Diskominfo)