Pabrik gula (PG) yang bakal ditutup itu yakni, tiga PG di wilayah PT Perkebunan Nusantara (PTPN) X Persero, yakni PG Watoetoelis, PG Toelangan, dan PG Meritjaan. Serta enam PG di wilayah PTPN XI Persero, yaitu PG Poerwodadie, PG Redjosarie, PG Kanigoro, PG Wringinanom, PG Olean, dan PG Pandjie.
Menteri BUMN Rini Soermano berlasan bila pabrik gula yang akan ditutup merupakan pabrik tua yang dinilai sudah tidak efisien. Penutupan pabrik gula yang sudah tidak efisien ini untuk menekan harga gula nasional yang saat ini di angka Rp12.000/kg bisa diturunkan.
Angggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi Partai NasDem Slamet Junaidi mengatakan keberatannya. Rencana Kementerian BUMN disebut bertolak belakang (kontra-produktif) dengan semangat Nawa Cita pemerintahan Jokowi-JK dalam sektor pertanian, khususnya bagi pemenuhan industri makanan dan minuman dalam negeri.
“Saya kira perlu dikaji dan dipikir secara matang keinginan tersebut. Menteri BUMN harus berpikir realistis dampak yang besar ke depannya, terutama bagi kehidupan para petani tebu yang di sana. Jadi tidak hanya persoalan upaya efisien dan produktivitas BUMN saja," kata Slamet dalam keterangan tertulisnya, Kamis (19/1/2017).
Sebagaimana dilansir teropongsenyanan.com, dampak yang akan ditimbulkan juga sangat besar, hilangnya pekerjaan 1,7 juta orang. Penutupan PG juga makin memperpuruk pertanian tebu dimana Indonesia dikenal sebagai produsen tanaman tebu.
“Oh, jelas! Dengan adanya penutupan pabrik-pabrik gula itu sangat merugikan para petani tebu di sekitar pabrik dong. Pabriknya ada saja kadang hasil tebu dari petani dihargai dengan harga rendah dan tidak dapat tertampung, apa lagi jika lagi pabrik-pabrik gula itu tidak ada. Ini sama saja dengan secara tidak langsung mematikan sumber penghasilan mereka yang telah berpuluh-puluh tahun bergantung pada bertani tebu”, tutur anggota Panja Gula DPR RI itu.
Semestinya, menurut legislator Jawa Timur XI ini, langkah yang diambil bukanlah dengan serta merta menutup pabrik-pabrik gula itu. Ada upaya lain yang masih bisa dilakukan yakni melakukan peremajaan mesin-mesin pengolahan tebu. Selain itu, penyuluhan intens kepada petani agar bisa menghasilkan rendemen gula yang tinggi.
“Jangan langsung tutup pabrik, sebelum berdirinya pabrik baru yang bisa menampung dan menyerap hasil tebu dari para petani. Tentu kita ingin agar kualitas gula kita bisa bernilai tinggi. Karena, diakui rendemen gula yang dihasilkan oleh pabrik-pabrik gula tersebut masih dikisaran 6-7 %. Maka perlu dibangun pabrik baru yang bisa menghasilkan rendemen sebesar-besar 9-11 % atau bahkan menyamai hasil rendemen pabrik gula di Thailand kisaran 14%. Pada intinya, kita (komisi VI) tidak ingin penutupan pabrik gula tersebut malah menghilangkan mata pencaharian dan merugikan para petani tebu,” paparnya. (Yn)