Hari ini, salon identik dengan tempat pangkas dan menata rambut. Namun, tahukah anda, salon punya kisah yang sangat politis dan revolusioner.
Di abad ke-17 dan 18, salon menjadi tempat kumpul, berdiskusi, berdebat dan merumuskan gerakan politik. Biasanya diorganisir di sebuah rumah oleh seorang hosted (pengundang atau tuan rumah). Para tamunya adalah kalangan atas: borjuis dan bangsawan.
Salon pertama diperkirakan sudah ada di awal 1600-an. Ini semacam lingkaran sastra yang diorganisir oleh Marquess de Rambouillet, seorang aristokrat campuran Perancis-Italia. Salon Rambouillet menjadi tempat pertemuan para intelektual dan penggiat sastra.
Di masa awal, salon masih merupakan pertemuan informal. Ada diskusi, debat, canda-tawa, dan tempat bergaul. Lama-kelamaan, kira-kira di abad ke-18, salon mulai diorganisir secara formal, dengan topik diskusi yang jelas. Biasanya, tema yang didiskusikan tidak jauh dari politik, sastra, dan filsafat.
Seperti dikatakan sebelumnya, salon diorganisir oleh seorang tuan rumah atau salonnière. Jadwal salon tidak reguler, tergantung undangan salonnière.
Di tahun 1780, kota Paris dan Versailles punya puluhan salon. Salonnière-nya adalah perempuan dari kalangan bangsawan atau borjuis besar (haute bourgeoisie). Beberapa diantara mereka menjadi tokoh terkenal.
Suzanne Curchod, istri Jacques Necker, seorang Menteri di zaman Raja Louis XVI, menjalankan salon masyarakat populer di tahun 1770-an. Kemeriahan salon Nyonya Necker didukung oleh posisi politik suaminya di Kerajaan.
Kemudian ada salon yang dijalankan oleh Sophie de Condorcet, istri Marquis de Condorcet, seorang filsuf pencerahan di Perancis. Salon ini kerap disambangi oleh filsuf dan tokoh terkenal, seperti Anne-Robert Turgot, Thomas Jefferson, Adam Smith, Olympe de Gouges, dan Madame de Staël.
Salon terkenal lainnya adalah yang dijalankan oleh Madame Roland, seorang pendukung faksi Girondins dalam revolusi Perancis. Salon Madame Roland sangat politis. Kita tahu, Madame Roland punya andil besar dalam revolusi Perancis.
Di mata banyak sejarahwan, kehadiran salon, yang dinahkodai oleh perempuan, telah memungkinkan perempuan ambil bagian dalam politik dan filsafat. Sebelum itu, filsafat dan politik dianggap terlalu maskulin, terlalu berwajah laki-laki.
Melalui salon, perempuan bukan hanya terlibat dalam diskusi dan debat politik, tetapi sekaligus organiser sebuah gerakan politik. Madame Roland contohnya. Dia tokoh terkemuka dan berpengaruh dalam gerakan Girondins.
Salon juga memungkinkan laki-laki dan perempuan duduk setara. Malahan, karena peran Salonnière banyak dipegang perempuan, posisi perempuan dalam salon cukup penting.
Begitulah secuil kisah salon yang ternyata sangat politis. [Ira Kusumah/Berdikari Online]
Sumber Foto: http://ladyreading.forumfree.it/?t=62618929