JAKARTA, PB - Implementasi pelarangan ekspor bahan tambang mentah harus dilaksanakan secara konsisten dan konsekwen. Seluruh perusahaan tambang harus melakukan pemurnian dan pemisahan jenis batuan atau smelter dengan keringanan jika tidak menyanggupi untuk membangun sendiri beberapa perusahaan dapat membangun smelter bersama.
"Relaksasi ekspor mineral harus berlaku adil bagi seluruh perusahaan tambang. Pengusaha tambang dalam negeri menginginkan agar izin ekspor tidak hanya menguntungkan perusahaan tambang asing saja. Amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara tak boleh ditunda-tunda," kata anggota Komite II DPD RI, Riri Damayanti John Latief, dalam kertas posisi Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) RDPU Membahas Pengawasan DPD RI Atas Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara di Jakarta, baru-baru ini.
Riri menjelaskan, Pemerintah seharusnya dapat memberikan fasilitas insentif fiskal dan non fiskal untuk mendukung percepatan pembangunan smelter bagi para pengusaha pertambangan dalam negeri. Menurut dia, pengusaha nasional harus mendapatkan kesempatan untuk mengekspor dalam jangka waktu tertentu sebelum mereka mampu membangun smelter sendiri.
"Penerapan kebijakan wajib melakukan pemurnian mineral mentah sebagaimana amanat UU Minerba 2009 harus ditegakkan secara konsisten karena perusahaan-perusahaan yang ada telah diberi waktu delapan tahun dari sejak UU itu disahkan pada 2009 dan kebijakan relaksasi ekspor mineral berakhir Januari 2017 ini. Apalagi bagi perusahaan-perusahaan yang telah beroperasi puluhan tahun, sanksi terhadap mereka harus segera diberlakukan atau bila tidak hal ini akan menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum dan penerapan UU di Indonesia," paparnya.
Dara kelahiran Bengkulu pada 4 Februari 1990 ini berharap, ke depan, pelaksanaan UU No 2009 tentang Mineral dan Batu bara harus dapat memastikan adanya transfer keuntungan dari pengelolaan sumber daya alam Indonesia kepada rakyat melalui peningkatan belanja sosial, seperti pendidikan, kesehatan, ketersediaan sembako, dan lain-lain.
"Sudah ratusan tahun kekayaan alam yang terkandung dalam perut bumi Indonesia ini dieksploitasi namun hanya menguntungkan pihak luar. Sedangkan nilai tambah hasil tambang selama ini amat rendah, sehingga negara gagal memanfatkan hasil kekayaan alam membawa manfaat bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, selaras dengan amanat pasal 33 UUD 1945," demikian Riri. [AM]