BENGKULU SELATAN, PB – Sebanyak tiga desa dalam Kabupaten Bengkulu Selatan tengah mengajukan usulan pemekaran ke Pemerintah Daerah.
Namun, diprediksi pemekaran wilayah desa tersebut sulit terwujud lantaran terganjal persyaratan. Di antara persyaratan yang mengganjal adalah jumlah penduduk.
Ketiga desa yang mengajukan pemekaran tersebut adalah Pagar Bunga yang mengajukan pemekaran dari Desa Keban Agung I Kecamatan Kedurang, kemudian Simpang 3 Kedurang yang ingin mengajukan pemekaran dari Desa Lubuk Ladung Kecamatan Kedurag Ilir dan UPT Karang Cayo yang mengajukan pemekaran dari Desa Karang Cayo Kecamatan Pino Raya.
Dijelaskan Kabag Administrasi Pemerintahan Umum Setda Bengkulu Selatan Edie Hartawan, berdasarkan UU No 6 Tahun 2014 dan Permendagri No 1 Tahun 2017, bahwa persyaratan desa yang bisa dimekarkan dengan jumlah penduduk minimal 4.000 jiwa dan minimal 800 Kepala Keluarga.
“Dalam Undang-Undang disebutkan, untuk wilayah Sumatera minimal jumlah penduduk minimal 4.000 jiwa atau 800 KK. Sedangkan untuk tiga desa yang memasukkan usulan pemekaran itu jumlahnya masih berkisar 2 ribuan jiwa bahkan ada yang di bawah 2 ribu jiwa. Sehingga, menurut analisa kami, peluang tiga desa tersebut untuk dimekarkan sangat tipis,” tegas Edie.
Untuk memperjuangkan pemekaran desa tersebut, saat ini dirinya telah mengutus dua orang stafnya untuk berkoordinasi ke Dirjen Pemerintahan Desa Kementerian Dalam Negeri. Namun dari laporan staffnya via Handphone, bahwa peluang pemekaran desa peluangnya sangat kecil.
“Jika dipaksakan, ini bakal terkendala pula dalam peregisteran desa. Untuk pemekaran desa juga harus ada rekomendasi dari Pemprov, mereka juga tidak akan mau mengeluarkan rekomendasi jikalau persyaratannya kurang, ” tambah Edie.
Sebelum melakukan koordinasi ke Kemendagri, lanjut Edie, Pihaknya telah melakukan rapat dengan mengundang Kepala Desa, BPD dan Presidium Pemekaran Desa.
“Dari kajian kami, memang peluang untuk pemekaran itu memang tipis. Tapi kami tidak mau mematahkan semangat masyarakat yang menginginkan pemekaran. Makanya kamipun memperjuangkan aspirasi tersebut dengan melakukan koordinasi ke Kemendagri,” tandasnya.
Menurut Edie, sebenarnya ada laternatif lain yang bisa ditempuh. Yakni denga mengeluarkan SK Bupati dengan membentuk Desa Persiapan sebelum dilakukan pemekaran desa secara defenitif. Waktu yang diberikan untuk desa persiapan yakni maksimal tiga tahun.
“Tapi kalau sekarang ini saja jumlah penduduk desa itu, masih 2 ribuan, meskipun kita tunggu selama tiga tahun, juga tidak memungkinkan jumlah penduduk langsung melonjak sampai ke angka 4 ribu jiwa. Sehingga peluang untuk dijadikan desa persiapanpun juga akan percuma,” katanya.
Adanya Desa Persiapanpun juga dinilai akan membebani anggaran daerah dan desa induk. Terlebih untuk operasional aparatur desa diambil dari DD/ADD desa induk.
“DD/ADD desa induk dibagi dengan Desa Persiapan. Ini juga akan membebani,” pungkas Edie. (Apd)