JAKARTA, PB - Sejumlah kepala daerah dari provinsi Sumatera Bagian Selatan (Sumbagsel) seperti Bengkulu, Lampung, Sumatera Selatan, Bangka Belitung dan Jambi memaparkan program pembangunan dan tantangannya di depan Ketua MPR Zulkifli Hasan.
Salah satunya, Gubernur Bengkulu Ridwan Mukti yang menyatakan, Bengkulu seperti wilayah bagian timur Indonesia yang terletak di bagian barat.
“Angka kemiskinan di Bengkulu tinggi, infrastruktur menyedihkan. Kami sangat kerja keras mengubah kondisi ini,” kata Ridwan Mukti saat diskusi sosialisasi 4 pilar kebangsaan, good governance, dan pencegahan korupsi di Gedung Nusantara V, DPR RI Jakarta Pusat.
Selain Ridwan Mukti, hadir juga Gubernur Bangka Belitung Rustam Effendi, Wagub Sumsel Ishak Meki, Gubernur Jambi Zumi Zola dan sejumlah bupati dan walikota dari Sumbagsel.
Hadir pula Pimpinan Masyarakat Paguyuban Sumatera bagian Barat (BKPMSbS) Jimly Asshiddiqie, perwakilan dari Kapolri, perwakilan KPK dan Ketua BPK.
Ridwan Mukti yang akrab disapa RM ini melanjutkan, angka kemiskinan di Bengkulu sangat tinggi yakni mencapai 18 persen. Bahkan di beberapa daerah ada yang sampai 24 persen.
“Empat orang berjalan, sudah pasti satunya miskin,” candanya satir.
Diterangkan Ridwan Mukti, kondisi Bengkulu yang terpuruk seperti ini sudah terjadi belasan tahun. Seperti listrik sering mati, desa terisolir, jalan tanah, masih ada kecamatan belum punya SMA dan puskesmas serta desa-desa tak memiliki SD.
“Ada 670 desa masih tertinggal. Guru gak mau ngajar di desa, juga dokter dan tenaga kesehatan. Inilah yang sedang kami hadapi,” sebutnya.
Sebagai gubernur baru, yang pertama kali dia lakukan adalah memberantas korupsi. Pihaknya sudah berkomitmen bersama jajaran birokrasinya untuk melakukannya. Saat awal menjabat, seluruh jajaran meneken pakta intergitas bersama KPK. Bengkulu jadi salah satu dari tujuh provinsi yang sampai saat ini didampingi langsung dan diawasi oleh KPK.
Tata kelola pemerintahan berbasis IT seperti PTSP, E-Samsat, sistem kepagawaian yang ada sudah connecting online juga sudah dia rintis.
Memang, diakuinya mengubah mental birokrasi sangat sulit. Sebab, yang dia hadapi adalah orang yang pernah menikmati yang merasa terganggu dengan pembaruan yang dia lakukan.
"Kita bekerja keras mengubah kultur birokrasi. Insyaallah sudah semakin baik dan birokrasi semakin profesional,” tandasnya yang juga menyatakan tengah menggenjot sektor pariwisata di provinsi yang terkenal dengan bunga kibutnya ini.
Ridwan Mukti menambahkan, ketimpangan yang terjadi sudah sangat jelas. Dia yakin ada yang salah dengan pengelolaan negara ini. Tak ada keberpihakan kepada daerah tertinggal di bagian barat Indonesia.
Sementara legislatif dari daerah Sumbagsel dinilainya tidak berdaya. Mereka kalah berani dari anggota DPR dari daerah timur.
Ridwan bahkan mengusulkan dibentuk Menteri Percepatan Pembangunan Sumbagsel.
“Saya berharap Prof Jimly menyampaikan ini ke Presiden. Usulkan menteri percepatan pembangunan Sumbagsel. Kalau tidak kita tidak akan maju-maju. Diplomasi kita kalah terus. Gebrakan politik ini harus kita tawarkan, jika tidak kita tak akan pernah diperhatikan,” ingat dia.
Meski begitu, dia menegaskan, Bengkulu dan provinsi lain di Sumbagsel tidak akan menjadi beban Indonesia dengan usaha pemprov-nya masing-masing semaksimal mungkin.
Sementara itu, Ketua MPR Zulkifli Hasan berharap tokoh-tokoh dari Sumbagsel bersatu untuk memajukan daerahnya masing-masing. Diakuinya, Sumbagsel masih kalah jauh dengan daerah di Timur Indonesia. Sultra jauh lebih majuh dari Bengkulu, apalagi dibanding Sulsel.
“Sorong sangat jauh lebih maju dari Bangka Belitung. Belum dibandingkan Kalimantan, kota Balikpapan yang sudah seperti Malaysia,” sebutnya.
Zulkifli bahagia sejumlah pemimpin di Sumbagsel risau dan ingin mengubah keadaan.
“Gubernur Ridwan cerita begitu. Kalau dari dulu semua begini, 71 tahun Indonesia merdeka bukan kesenjangan yang kita dapat. Tetapi kemakmuran bersama,” sebutnya.
Diterangkannya, kesenjangan memang semakin menganga. Hanya kelompok tertentu saja yang memiliki tanah dan kekayaan yang luar biasa di satu daerah.
Menurutnya, jika ada suara-suara yang meminta keberpihakan terhadap bumiputera, ini bukanlah soal rasisme. Di Malaysia, tuntutan memperhatikan bumiputera bebas disuarakan.
“Ini gak ada urusan prural sama radikal. Ini soal keadilan. Sekarang bumiputeradi Malaysia 28.5 persen pemegang kekayaannya. Ada kebijakan khusus oleh negara. Kalau tidak seperti ini, akan ada suatu masa kita tidak bisa bicara kalau lebih banyak orang kaya dan arogan. Soal-soal seperti ini di Malaysia dibuka, dibahas di parlemen dan diskusi terbuka. Di sini kok dibilang rasis. Ini bagian kebhinekaan,” paparnya.
Di luar itu, Zulkifli mengingatkan pemimpin daerah di Sumbagsel harus melayani rakyat dan negara sesuai konstitus seperti saat disumpah dulu. Kalau ada masyarakat yang tidak berdaya, tidak punya tanah, tidak bisa ke rumah sakit, tidak dapat sekolah dan persoalan-persoalan kerakyatan lainnya, maka sang pemimpin harus di depan membela kepentingan rakyat itu. (Ms)