Provinsi Bengkulu telah menginjak umur yang hampir mendekati separuh abad. Tanah kelahiranku Bengkulu terus tumbuh dan berkembang menata diri menjadi daerah yang lepas dari ketertinggalan, baik dari segi sumber daya manusia maupun sumber daya alam.
Provinsi timur di barat Indonesia ini memiliki catatan sejarah yang penuh histori. Mulai dari masuknya kolonialisme yang dibuktikan oleh salah satu peninggalan Inggris yaitu Benteng Marlborough. Bangunan yang berdiri kokoh menghadap Pantai Tapak Paderi ini menjadi bukti negeriku pernah "diperkosa" negara kerajaan tersebut.
Selain itu, daerah yang dijuluki Bumi Raflesia pernah menjadi tempat pengasingan Presiden RI Soekarno yang tiba di Bengkulu pada 14 Februari 1938. Rumah pengasingan Bung Karno yang sekarang menjadi obyek wisata sejarah ini juga menjadi saksi bisu cinta Soekarno-Fatmawati.
Ibu negara penjahit Merah Putih pertama itu telah mampu memikat hati Sang Proklamator, hingga akhirnya gadis belia puteri Hassan Din itu dilamar dan dinikahi oleh Bung Karno. Kenangan yang tersimpan dalam rumah itu dan juga kisah cinta Soekarno-Fatmawati menjadi cerita menarik yang selalu disampaikan penjaga rumah kepada para pengunjung.
Bengkulu yang menyimpan sejuta kisah membuat aku bangga terlahir sebagai anak Bengkulu. Tanah kelahiranku memiliki luas wilayah 19.919 kilo meter per segi, terletak di bagian barat daya Pulau Sumatera dan berhadapan langsung dengan Samudera Hindia.
Secara demografi, Bengkulu memiliki kemajemukan suku dan bahasa. Terdapat suku Rejang, Serawai, Melayu, Lembak, Jawa, Sunda, dan Minangkabau mewarnai dinamika penduduk yang hidup secara rukun dan penuh toleransi. Adapun bahasa meliputi bahasa Rejang, Melayu, Serawai, Besemah, Kaur, dan bahasa Enggano dengan puluhan dialek yang berbeda-beda. Kemajemukan ini menjadi ragam yang tidak membedakan suku, ras, agama, dan bahasa.
Aku bersyukur menjadi puteri asli Bengkulu, berdarah Rejang yang dibesarkan, bersekolah, tinggal dan menetap di daerah yang menyimpan kekayaan budaya. Bengkulu memiliki kekhasan yang tidak kalah dengan daerah lain di Indonesia.
Aku bangga menggunakan kain Batik Besurek yang bernuansa kaligrafi Arab serta potongan ayat-ayat suci Al-Qur'an. Aku juga kagum dengan alat musik dol yang dimainkan dengan cara dipukul, sehingga melahirkan irama yang bersemangat dihentakkan.
Aku juga takjub dengan Festival Tabot yang menjadi ikon budaya Kota Bengkulu. Tabot diperingati setiap tanggal 1 sampai 10 Muharram untuk mengenang gugurnya cucu Nabi Muhammad dalam Perang Karbala. Terdapat beberapa rangkaian ritual, mulai dari prosesi mengambik tanah, menjara atau perjalanan panjang malam hari, arak jari-jari dan arak seroban, serta ritual GAM yang dilakukan pada tanggal 9 Muharram untuk berpuasa sunnah. Selanjutnya Tabot Naik Pangkek, Tabot Besanding, dan ditutup dengan kegiatan Tabot Tebuang pada hari terakhir ritual yaitu tanggal 10 Muharram.
Bengkulu bagiku sungguh mempesona. Tidak hanya karena dibalut kisah sejarah dan budaya saja, tetapi juga suguhan alamnya, seperti Pantai Panjang berpasir putih nan indah, Danau Dendam Tak Sudah yang menawan, Bunga Raflesia Arnoldi yang tumbuh di kaki bukit, serta kekayaan alam lainnya. Sebagai pelajar, aku akan berkiprah membangun tanah kelahiran Bengkulu suatu hari kelak. Saat ini yang bisa aku lakukan adalah belajar dengan sungguh-sungguh dan berprestasi sebaik-baiknya. Aku akan melahirkan lukisan Bengkulu dengan wajah yang jauh lebih indah dari saat ini. [Bella Rolina Sari/Komunitas Ayo Menulis Bengkulu]