PADA akhir 2015 silam, mantan Kepala Bank Indonesia Perwakilan Provinsi Bengkulu, Bambang Himawan, mengungkapkan sebuah fakta penting mengenai permasalahan perekonomian di Bumi Rafflesia. Yaitu sembilan pokok permasalahan struktural yang menyebabkan perekonomian Provinsi Bengkulu kian tertekan.
Tentu saja malasah itu harus menjadi perhatian bersama karena menyangkut kehidupan rakyat banyak di Bengkulu. Kita harus segera berbenah, apalagi kita telah memasuki masyarakat ekonomi ASEAN.
Sembilan pokok permasalahan struktural secara nyata telah membuat tingginya “money outflow” atau uang keluar dari Provinsi Bengkulu. Bayangkan saja, uang yang keluar dari provinsi yang menjadi tanah kelahiran ibu negara Indonesia pertama Fatmawati ini mencapai 70 persen. Artinya, bila ada Rp 30 triliun uang yang beredar di Bengkulu, hanya Rp 9 triliun yang bertahan, Rp 21 triliunnya lari keluar. Bahkan menurut Bambang, bisa lagi kurang dari itu.
Bambang Himawan mengatakan, sembilan masalah itu adalah tingginya transaksi masyarakat dengan perusahaan penyedia bahan, jasa maupun ritel yang berpusat di Jakarta maupun luar negeri, rendahnya rendahnya konsumsi produk lokal, daya saing produk lokal rendah, suku bunga Bank yang relatif mahal, ekspor masih mengandalkan produk mentah, industri lokal yang belum tumbuh, produksi pangan yang masih rendah, infrastruktur terbatas dan kualitas SDM yang perlu ditingkatkan.
Sebagai antitesis atas sembilan masalah itu, tim Pedoman Bengkulu telah menyimpulkan bahwa Pemerintah Daerah harus mengambil solusi berupa imbauan secara massif agar rakyat bersedia berbelanja di warung milik rakyat, membeli produk lokal, memberikan rakyat modal, tanah, teknologi, pendidikan dan organisasi, memperbanyak program kredit lunak seperti Dana Bergulir Satu Miliar Satu Kelurahan (Samisake), pendirian pembangkit listrik, memperkuat ekonomi kreatif dan usaha kecil menengah, industrialisasi pertanian, pembangunan infrastruktur secara massif, dan revolusi mental birokrasi.
Hingga saat ini, kita masih memelihara optimisme terhadap Gubernur Bengkulu Ridwan Mukti yang bertekad untuk memperlebar ruang fiskal yang ada di Bengkulu dengan jalan goverment spending, memperbaiki tata kelola dan penyehatan investasi dan dengan mempelebar konektivitas Bengkulu dengan provinsi tetangga.
Dengan tiga strategi itu Gubernur yang akrab disapa RM itu ingin pola belanja pemerintah di Bengkulu mampu menciptakan dunia usaha baru. Kemudian mengubah orientasi pembiayaan Aparatur Sipil Negara (ASN) yang selama ini hanya pada gaji, honor, dan tunjangan, kepada semangat berwirausaha. Lalu membuka jalur-jalur menuju provinsi lain agar Bengkulu tidak terisolir di Sumatera.
Disamping itu yang tak kalah penting adalah agenda besar Visit Bengkulu 2020. Sebagian kelompok telah berprasangka bahwa program ini merupakan agenda politik dimana pemilihan gubernur berikutnya akan berlangsung pada 2021 atau tepat setelah puncak agenda itu berlangsung. Terlepas dari kecurigaan itu, seyogyanya kita mendukung agar penduduk 5 provinsi yang mengelilingi Bengkulu yang mencapai 35 juta jiwa benar-benar menjadikan Bengkulu sebagai pusat destinasi wisata mereka.