Foto www.nanangalawi.com
Takdir geografi Indonesia sebagai sebuah negara yang memiliki lautan yang lebih luas dari daratannya adalah sebuah anugrah yang patut untuk disyukuri. Wujud dari rasa syukur ini adalah sebuah pemanfaatan ruang laut beserta kekayaan yang terkandung didalamnya untuk kemakmuran seluruh rakyat Indonesia.
Nelayan sebagai pelaku dari aktifitas ekonomi (perikanan tangkap dan budidaya) harusnya menguasai praktek ekonomi yang dijamin dan di lindungi oleh negara. Mulai dari sumber daya manusia dan kesejahteraan, alat kerja, hilirisasi dan jamin pasar.
Karena jika nelayan tidak diintegrasikan dalam praktek ekonomi perikanan, maka nelayan sebagai suatu entitas yang jelas terparsialkan dari aktivitas ekonomi seutuhnya. Karena nelayan masih diposisikan sebagai objek dari model bisnis ekonomi kapitalisme perikanan yang dijalankan.
Dengan realitas ekonomi perikanan seperti ini, peran negara harusnya bisa melikuidasi dan memutus mata rantai praktek ekonomi yang tidak menguntungkan bagi nelayan. Karena jika keuntungan disentralisasi oleh segelintir orang maka kesejahteraan juga pasti terfokuskan pada segelintir orang saja.
Sekarang ini pemerintah melalui Kemanterian Kelautan dan Perikanan sedang fokus memberikan aturan dan bantuan kepada nelayan. Aturan dan bantuan memang penting, karena bisa meningkatkan produksi hasil perikanan dan juga meningkatkan nilai tukar nelayan dari 106,69 pada tahun 2016 menjadi 109,85 pada Januari 2017 (BPS).
Namun untuk kesejahteraan dan keberlanjutan ekonomi terhadap nelayan haruslah mulai digalakkan skema ekonomi bersama untuk dapat mengakselerasi kemampuan akses terhadap sumber daya perikanan dan kemampuan untuk melakukan penetrasi terhadap pasar. Maka Nelayan harusnya terintegrasi dalam sebuah skema ekonomi perikanan yang utuh, misalnya dalam bentuk koperasi nelayan.
Menurut Bung Hatta koperasi merupakan bentuk konkret sistem ekonomi gotongroyong. Yang dituntut dalam koperasi pemerataan kerja dan pembagian hasil, sehingga tak ada lagi ketimpangan . Koperasi harus terus diusahakan. Sebab, jika masyarakat terbuai dengan hasil-hasil pemodal perseorangan, ditakutkan ketimpangan ekonomi semakin bertambah. Maka, koperasi yang berasaskan kekeluargaan haruslah digalakkan, jangan kalah dengan pemodal perseorangan.
Apalagi dalam aktivitas sehari-hari nelayan sangat akrab dengan budaya gotongroyong. Misalnya saja ketika mendorong kapal dari darat ke laut dan sebaliknya, pasti dilakukan secara bersama-sama. Dengan modal kebiasaan bergotongroyong inilah nelayan wujudkan dalam bentuk kerja sama yang diwadahi melalui koperasi.
Koperasi nelayan ini tidak hanya digunakan sebagai wadah untuk mendapatkan bantuan yang diberikan pemerintah. Tapi, Koperasi ini akan mengatur semua aktifitas ekonomi nelayan. Mulai dari jadwal penangkapan, fasilitas penagkapan, kegiatan budidaya, dukungan teknologi dan inovasi, peningkatan kapasitas sumberdaya manusia, mekanisme pemantauan, konservasi, pengumpulan, manajemen, jaringan kerjasama, model pemasaran berbasis digital (online), branding produk dan industrialisasi pengolahan ikan.
Tentu pendirian koperasi ini sejalan dengan agenda untuk mewujudkan visi indonesia sebagai poros maritim dunia. Maka koperasi nelayan harus di inisiasi oleh negara melalui program nasional koperasi perikanan nelayan, bahkan koperasi ini perlu dilabelisasi oleh pemerintah bisa berbentuk badan usaha milik negara untuk memperkuat sendi perekonomian masyarakat di pesisir.
Makbul Muhammad, Direktur Maritim Research Institute (MARIN Nusantara)