BENGKULU, PB - Rencana Moratorium terhadap perusahaan pertambangan dan perkebunan yang didengungkan oleh pemerintah pusat ditanggapi serius oleh Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Bengkulu. Walhi mendorong Pemerintah Provinsi mengambil langkah tegas pada perusahaan tambang dan perkebenunan nakal di Bengkulu.
Direktur Eksekutif Walhi Bengkulu melalui Staf Advokasi dan Kampanye Teo Reffelsen, mengatakan pihaknya cukup mengapresiasi apa yang diwancanakan oleh pemerintah pusat dalam mencegah terjadinya bencana alam yang disebabkan aktivitas perusahaan sektor pertambangan dan perkebunan melalui Moratorium.
Untuk itu, ia menegaskan, pemerintah Provinsi harus tegas dan menggunakan hak legal standing sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku terhadap aktivitas pertambangan batubara dan perkebunan skala besar.
"Pemerintah memiliki dan harus menggunakan hak legal standing sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku terhadap aktivitas pertambangan batubara dan perkebunan yang hanya memberikan dampak negatif bagi lingkungan dan masyarakat sekitar operasi mereka, misalnya langkah pemerintah itukan bisa saja melakukan gugatan kepada perusahaan kan jelas tegas itu," katanya.
terkait gugatan, kata Teo, berdasarkan Undang - undang Pengelolaan dan Perlindungan Hidup (PPLH) ada tiga komponen yang memiliki hak untuk dilakukannya gugatan tersebut, pemerintah, organisasi Lingkungan hidup, dan masyarkat.
oleh karena adanya wacana pemerintah pusat untuk melakukan moratoruim ini, seharusnya menjadi pertimbangan pemerintah Provinsi Bengkulu. Gubernur harus menerbitkan instruksi gubernur kepada jajaran di bawahnya terkait penertiban pertambangan dan perkebunan skala besar, mengingat dalam Permen ESDM no 43 tahun 2015 gubernur mempunyai kewenangan untuk menertibkan izin - izin usaha pertambangan (IUP) yang bermasalah di Bengkulu, serta dalam UU nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah daerah itu ditegaskan bahwa setiap pemerintah daerah memiliki kewenangan dalam pengelolaan SDA secara selektif.
ini menjadi dasar hukum yang kuat agar kiranya gubernur menerbitkan ingub tentang moratorium IUP mineral logam dan batubara serta perkebunan skala besar.
"Terkait aktivitas mereka (Pertambangan dan perkebunan) skala besar itu berdampak buruk, bagi keseimbangan ekologis, kawasan hutan yang ada di Provinsi Bengkulu, maka otomatis seharusnya pemerintah melakukan yang tertuang di PPLH dan perundang-undangan yang lainya menyangkut sanksi kepada perusahaan,karena jika ini didiamkan saja artinya secara sengaja, Pemprov Bengkulu telah melanggar hak asasi manusia terkait hak untuk mendapatkan lingkungan hidup yang bersih dan sehat,"ungkapnya.
Dari data perkebunan dan pertambangan yang dimiliki Walhi bengkulu, tercatat 9 perusahan pertambangan yang melakukan aktivitas di kawasan hutan lindung dan konservasi dengan luasan yang beragam, kesembilan perusahaan tersebut ialah, PT Bukit sunur kabupaten bengkulu tengah seluas 30.15 Ha, PT Ferto Rejang seluas 0,77 Ha Kabupaten Bengkulu Tengah, PT Kusuma Raya Utama dan Bengkulu Tengah seluas 950,36 Ha,
Selanjutnya, PT Bara Mega Quantum Bengkulu Tengah 681,89 Ha, Cipta Buana Seraya Kabupaten Bengkulu Tengah 1,67 Ha, PT Cakra Bara Persada 1,500.39 Ha,
Kemudian ada, PT Dongin Indonesia Seluma 61.83 Ha, PT Kaltim Global Kabupaten Bengkulu Utara 0,06 HA, dan PT Ratu Samban Mining Seluma 249,38 Ha. melihat data aktivitas pertambangan masuk dikawasan hutan Konservasi dan Hutan lindung ini, Teo menegaskan agar pihak pemerintah dapat memberikan sanksi tegas kepada kesembilan perusahaan ini.
"Sudah jelas ini masuk kawasan hutan, dan potensi kerusakan itu sangat besar,"pungkasnya. [Ms/nvd]