Rinai hujan kembali jatuh pagi ini, dernyitan suara air yang mulai mencapai titik didihnya ditambah nyanyian burung-burung liar menjadi kombinasi orkestra yang menandakan adanya kehidupan di ujung kabupaten yang kita cintai ini.
Tak berselang berapa lama aroma kopi yang khas membanjiri indra, membangkitkan gairah untuk menatap hari. Aroma embun pun tak ingin kalah menancapkan rasa, seiring berusaha menunjukkan manifestasinya. Oh rasa ini, oh suasana ini, akan kah kita bertemu lagi.
“Dangau” ini telah menghadirkan kehangatan, suasana kebersamaan dalam perjuangan, dan kesahajaan yang membangkitkan kesadaran akan hakikat kita sebagai manusia. Mmh., nasi terakhir sudah di suap, Slurpph., tetes kopi terakhir sudah kuminum, tanda petualangan baru akan segera dimulai.
Pukul 10.00 WIB langit mulai membuka gerbangnya membiarkan matahari menapaki langkahnya untuk menyinari bumi. Oh Tuhan terima kasih atas nikmatmu. Pagi ini kita akan menuju ke goa batu, ditemani oleh kepala desa dan beberapa warga memandu perjalanan menuju goa batu.
Goa batu demikian masyarakat sekitar menamainya. Terletak di Desa Air Tenam Kecamatan Ulu Manna Kabupaten Bengkulu Selatan. Akses menuju goa ini hanya bisa ditempuh dengan berjalan kaki dari desa, yang berjarak sekitar 10 km dari desa air tenam. Trip perjalanan ke goa batu dapat ditempuh satu hari (one day trip) dengan kemampuan fisik yang profesional tentunya. Apabila belum mempunyai fisik yang terlatih perjalanan bisa ditempuh selama dua hari dengan pilihan bermalam di “cottage” yang menyediakan kopi terbaik diseluruh negeri.
Yap., “dangau” warga tentunya pilihan yang luar biasa menarik dan sayang untuk dilewatkan. Kebun kopi warga akan menjadi pemandangan yang menyejukkan mata diiringi musik dari nyanyian binatang alam pastinya akan melepaskan kita dari penatnya rutinitas yang menjemukan. Oleh karena itu trip ke goa batu dengan cara yang ke-2, selain akan menikmati keindahan goa, kita juga akan merasakan perjalanan layaknya “Single Origin Trip” tentunya bagi pecinta kopi sejati.
Langkah kaki perlahan menapaki jalan setapak meninggalkan jejak-jejak tracking di belakangnya. Kebun kopi pun perlahan berganti dengan belukar hutan., terus masuk kedalam menapaki langkah demi langkah. Bercengkerama menjadi senjata pamungkas pengusir lelah. Kini tampak didepan barisan pepohonan berbagai jenis dengan tinggi dan diameter batang bagai hutan yang ada di film twilight.
Langkah kaki berhenti, tampak salah seorang warga yang ikut memandu mengambil buah dari pepohonan hutan, dan tampak lahap memakannya. Manis sedikit asam dan bertekstur lembut, inilah rasa yang akan dirasa ketika memakan buah ini, tidak ada dipasar, tidak ada di supermarket, tidak ada yang membudidayakannya, hanya tumbuh liar dihutan dengan penjagaan tuhan. Oh terima kasih atas nikmatmu tuhan.
Mereka menamainya jambu Eropa, tentunya dengan tidak didasari alasan ilmiah yang kuat.
Perjalanan ini pun akhirnya menemukan tujuannya. Tampak mulut goa mulai menyeruak diantara lebatnya vegetasi hutan. Goa batu terletak diwilayah hutan lindung yang menjaganya dari pengrusakan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.
Goa yang memiliki 7 “pintu masuk” dan masih sangat “perawan” tentunya hanya segelintir orang saja yang pernah masuk kesana. Keberadaan goa ini seakan luput dari hingar bingar dunia, tersembunyi, seakan belum percaya untuk mengekspos diri dari jamahan manusia. Padahal selain menawarkan estetika, goa ini juga bisa menjadi sarana edukasi, yang kaya akan informasi baik dari segi ilmiah maupun sejarah.
Konon kabarnya goa ini menjadi persembunyian tentara – tentara jepang pada masa penjajahan.
Berdasarkan penuturan warga ada yang pernah menemukan bangkai pesawat tempur jepang disana. Goa yang terdiri dari bebatuan karst ini dijadikan shelter selama zaman perang dulu bukannya tanpa alasan yang strategis. Selain lokasi yang strategis, 7 mulut goa ditambah liku-liku lorong didalamnya sempurna menyembunyikan tentara jepang dari serangan musuh, karena hanya mereka yang sangat hapal saja yang bisa keluar dari “labirin” ini.
Keasrian, keindahan, historisme dan edukasi yang ditawarkan oleh goa batu ini, sudah selayaknya dijaga, dilestarikan dan dipublikasikan. Penetapan kawasan hutan disekitar goa batu sebagai kawasan hutan lindung sudah baik, namun perlu dilakukan langkah lain guna mencapai tujuan bersama tadi.
Sekian essay saya, guna berbagi informasi dan inspirasi kepada kawan-kawan pembaca. Harapan saya kita bisa menjadi manusia yang tidak hanya percaya kepada tuhan tapi juga percaya kepada manifestasi-Nya. [Erasio Akbar/Komunitas Ayo Menulis Bengkulu]