BENGKULU, PB - Pola pemberitaan kasus asusila di Bengkulu selama ini terkesan memojokkan korban kekerasan seksual. Bahkan, korban akhirnya kembali menjadi korban pasca diwartakan. Karena itu, dibutuhkan formula yang pas dan tepat agar hal tersebut tidak terjadi.
Disampaikan oleh Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (P3AP2KB) Provinsi Bengkulu, Fornitha Ramadhani, pola pemberitaan yang baik adalah ketika suatu berita kekerasan seksual membuat efek jera kepada masyarakat secara luas. Bahasa sederhananya, berita mampu membentuk mindset 'saya tidak berani melakulan asusila'.
"Selama ini pemberitaan hanya memberi kesan kejam, sadis, tidak beragama dan tidak beretika. Karena itu, saya berharap berita bisa membuat rasa ketakukan dalam melakukan pelecehan seksual," jelasnya saat berdiskusi dengan insan pers Bengkulu, Selasa (18/7/2017).
Sebab, lanjutnya, pemberitaan kasus asusila saat ini tidak pro terhadap isu gender yang sedang mereka kampanyekan. Misalnya, banyak media yang masih memberitakan secara vulgar suatu kasus pemerkosaan dengan menyebut nama secara jelas. Padahal, ini akan membawa dampak yang buruk pada korban atau familinya.
"Hal ini juga menimbulkan kesan buruk pada Bengkulu. Kita ini sudah provinsi termiskin, masa pemberitaannya juga selalu jelek," sampainya.
Namun demikian, ia menambahkan, pihaknya bukan mau mengintervensi terlalu jauh pemberitaan suatu perusahaan pers. Tapi mengajak agar ikut melakukan pencegahan.
"Media juga bisa hendaknya mengangkat prestasi perempuan di Bengkulu atau menyediakan layanan informasi pengaduan," kata dia.
Sebelumnya, Koordinator KP2K2KS Susi Handayani menerangkan, bila kasus kekerasan di Bengkulu selalu meningkat. Hasil riset Yayasan PUPA misalnya, pada tahun 2016 terjadi 264 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.
"Kasus-kasus itu baru yang didapat dari kliping media massa saja, belum ditambah dengan yang lain," ujarnya.
Susi juga menyampaikan bila output dari diskusi ini nantinya akan menjadi bahan program kedepannya. Dimana, mereka berencana untuk melakukan pendidikan jurnalistik terkait dengan pemberitaan kekerasan seksual.
"Nanti akan kita rumuskan bersama-sama dengan rekan media, bagaimana yang seharusnya kita lakukan," pungkasnya. [IC]