Seni bisa menjadi senjata politik yang ampuh. Di Venezuela, negeri yang satu dekade terakhir menjalani revolusi, seni punya andil besar dalam memperkuat dan memperdalam proses revolusi.
Tidak terkecuali seni jalanan. Di Venezuela, bentuk-bentuk seni jalanan, seperti grafiti, mural, dan poster, telah aktif mendukung revolusi. Ia telah menjadi medium untuk ekspresi politik, pendidikan populer, dan sarana merawat ingatan kolektif massa-rakyat.
Di Venezuela, seperti juga di tempat lain di dunia, sebanyak 80% media massa berada di bawah kendali swasta. Sebagian besar dikontrol oleh sayap kanan. Tiga surat kabar terbesar di Venezuela, yakni El Universal, El Nacional dan Ultimos Noticias, dikuasai oposisi. Kemudian, tiga dari empat TV berskala nasional di Venezuela, dengan jangkauan 90% penonton, juga di tangan oposisi (Venevision, Globovision, dan Televen).
Di tangan elit-borjuis Venezuela, media massa tersebut tak hanya dipakai sebagai sarana mempromosikan konsumerisme, tetapi juga menjadi ‘senjata mematikan’ untuk mendiskreditkan pemerintah dan Revolusi Bolivarian. Hampir setiap detiknya mengarang cerita bohong untuk menjelek-jelekkan revolusi.
“Mengingat bahwa kapitalisme telah mengambil-alih media dan menggunakannya untuk mendistorsi realitas, kami menempatkan visi (cita-cita) kami di jalanan,” kata Eduardo Davila, seorang seniman grafiti yang tergabung dalam Guerrilla Comunicacional (gerilya komunikasi).
‘Guerrilla Comunicacional’, yang digawangi oleh anak-anak muda berusia antara 13 hingga 17 tahun, meletupkan perang melawan kediktatoran media borjuis. Uniknya, meski menyandang nama ‘guerilla/gerilya’, kelompok ini enggan menggunakan senapan sebagai senjata perlawanannya. Sebaliknya, mereka menggunakan kekuatan ide, kata-kata, dan gambar sebagai senjata. Penggunaan kata “gerilya” sendiri hanya untuk menunjukkan cara kerja mereka: berpindah cepat dan fleksibel dalam menyebarkan agitasi dan propaganda kepada rakyat banyak.
“Ini senjata kami: kamera, mikrofon, perekam, jalan-jalan, famplet, dan mural,” kata Dayana Serrano, 15 tahun, seorang seniman anggota Guerrilla Comunicacional.
Kelompok lainnya adalah “Ejército Comunicacional de Liberación” (tentara pembebasan komunikasi). Namanya mendapat inspirasi dari kelompok gerilyawan kiri Kolombia, Ejército de Liberación Nacional (ELN). Kelompok ini juga menggunakan grafiti dan bentuk seni visual lainnya untuk menyokong revolusi Bolivarian.
Kelompok ini, dengan slogan No Sabemos Disparar (kami tidak tahu menembak), berjuang untuk merebut kembali ruang-ruang publik, termasuk jalanan, untuk mempromosikan revolusi dan mendorong partisipasi rakyat di dalamnya. Dalam manifestonya, kelompok ini menyatakan mendukung transformasi sosial dan redistribusi kekayaan di Venezuela.
“Seni jalanan adalah medium untuk memanusiawikan ruang publik, dan pada saat yang sama, membangun kembali hubungan antara warga dengan jalan mereka, tetangga mereka, dan lingkungan mereka,” tulis kelompok ini di blognya.
Salah satu gambar yang paling sering muncul dalam seni jalanan adalah peristiwa “Caracazo”, yakni sebuah kerusuhan massal di tahun 1989 yang dipicu oleh protes terhadap kenaikan harga BBM. Biasanya, di bawah gambar-gambar tersebut tertera kata-kata: “Tidak dilupakan, tidak dimaafkan.”
Gambar wajah comandante Hugo Chavez, sang pemimpin besar Revolusi Bolivarian, juga sangat gampang ditemui di dinding tembok dan jalan-jalan Venezuela. Juga wajah tokoh-tokoh pembebasan dan revolusioner Amerika Latin, seperti Simon Bolivar, Jose Marti, Emiliano Zapata,Che Guevara, Fidel Castro, Salvador Allende, dan lain-lain. Tak ketinggalan tokoh komunis terkemuka, Karl Marx dan Lenin.
Juga ada gambar-gambar yang berisi pendidikan populer kepada massa. Semisal tentang kebohongan informasi yang ditebar oleh media massa swasta. Atau semisal slogan-slogan revolusi dan kutipan dari tokoh-tokoh revolusioner. Ada juga gambar yang menyasar imperialisme. Diantaranya mural yang meniru karya pelukis Italia Michelangelo Merisi da Caravaggio, David With the Head of Goliath, dimana seorang pemuda berpedang sedang memegang kepala Hillary Clinton yang sudah berdarah-darah. Juga ada mural dan grafiti yang mengambil tema solidaritas untuk rakyat Palestina.
Begitulah seni jalanan turut mewarnai dan memperkuat revolusi Bolivarian di Venezuela. Mirip dengan apa yang dikatakan oleh Albert Einstein: “Revolusi memperkenalkan saya kepada seni, dan sebaliknya, seni memperkenalkan saya pada revolusi.” [Raymond Samuel/Berdikari Online]