MENDADAK, Walikota Bengkulu Helmi Hasan mengunjungi sekaligus mengantar pasien miskin yang ditolak berobat di RSUD M Yunus, Agus Mardianto (32), Kamis (10/8/2017). Warga RT 22 RW 06 Kelurahan Kandang Mas Kecamatan Kampung Melayu itu seharusnya sudah menjalani operasi, namun tertunda karena ia tak memiliki uang untuk membayar denda BPJS.
Direktur RSUD M Yunus dr Zulki Maulub Ritonga, Jumat (11/8/2017), membantah telah menolak pasien miskin untuk mendapatkan layanan medis. Namun ia mengakui karena BPJS milik Agus menunggak sebesar Rp 1,1 juta, pihak RSMY menyarankan agar pasien menyelesaikan administrasi dengan pihak BPJS Kesehatan terlebih dahulu.
Melisa Rika dari Bidang Penjaminan Manfaat Rujukan BPJS Kesehatan menilai seharusnya Agus tetap mendapatkan pelayanan medis. Sebab, menurutnya, Agus hanya menunggak denda pelayanan saja dan seyogyanya masalah itu tinggal dikomunikasikan dengan petugas BPJS Kesehatan yang ada di rumah sakit.
Keluhan akan sulitnya orang yang kurang mampu mendapatkan pelayanan di RSUD M Yunus memang bukan kali pertama. Sebelumnya, Aspin Ekwandi, warga Desa Sinar Bulan, Kecamatan Lungkang Kule, Kabupaten Kaur, terpaksa menyembunyikan jasad bayinya ke dalam tas untuk dibawa pulang.
Aspin akhirnya memutuskan naik kendaraan umum untuk pulang ke sambil menyembunyikan jasad bayi, karena dia tak mampu membayar sewa ambulans milik RSUD M Yunus sebesar Rp 3,2 juta. Sebagaimana kisah Agus Mardianto, kisah Aspin juga viral di media sosial. Dan banyak kisah pilu lainnya.
Baca juga : Pelayanan RSMY Lamban, Anak 9 Bulan Meninggal
Sebagai rumah sakit rujukan tertinggi di Provinsi Bengkulu, tentu berbagai fenomena itu cukup memilukan hati. Berbagai persoalan itu seharusnya menjadi perhatian serius bagi Pemerintah Provinsi Bengkulu dan pihak manajemen RSUD M Yunus.
Pasalnya, warga yang kurang mampu ketika jatuh sakit tidak memiliki banyak pilihan untuk mendapatkan pelayanan medis selain di rumah sakit milik pemerintah. Karena rumah sakit pemerintah ini di bangun dengan uang rakyat, sudah seharusnya pemerintah kemudian berpihak kepada mereka.
Pemerintah sendiri pada hakikatnya dibentuk untuk menguatkan rakyat yang lemah, mensejahterakan yang miskin, memberikan rasa aman dan nyaman. Pemerintah adalah tempat rakyat mengadu. Negara harus hadir saat rakyat butuh.
Hakikat seperti itulah yang kita harapkan bisa dihadirkan oleh setiap rumah sakit milik pemeritah, bukan hanya RSUD M Yunus. Hakikat itu pula hendaknya menjiwai diri setiap insan yang bekerja mengabdi di rumah sakit milik pemerintah.
Kita menjadi semakin prihatin bila mendengar adanya yang mengaitkan atau berusaha menghubungkan masalah kemanusiaan ini dengan urusan politik. Beragam opini yang muncul seperti apa yang dilakukan oleh Helmi Hasan adalah pencitraan dan karenanya karyawan RSUD M Yunus tidak akan memilihnya dalam Pilkada menunjukkan pandangan yang sempit, nir solidaritas.
Pandangan yang menyatakan bahwa seharusnya sebagai Walikota Helmi Hasan membuat program yang bisa dipakai untuk seluruh warga miskin yang tak mampu berobat karena tunggakan BPJS juga menunjukkan sempitnya pandangan kita mengenai konsep berpemerintahan.
Sebab, bukankah tanggungjawab untuk menolong sesama warga adalah tanggungjawab bersama antara Pemerintah Kota, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten yang ada di Provinsi Bengkulu? Bahkan, Pemerintah Provinsi yang memiliki banyak anggaran tak terserap, sebenarnya lebih mampu untuk menolong rakyat miskin yang belum tersentuh program BPJS.
Polemik semacam ini seharusnya menjadi pelajaran bagi kita. Kita tidak ingin polemik ini justru dikembangkan ke polemik-polemik lain seperti Dana Bagi Hasi Triwulan Keempat antara Pemerintah Provinsi ke Pemerintah Kota Bengkulu yang nilainya mencapai Rp 8 miliar belum terealisasi.
Atau utang Pemerintah Kota dalam bentuk Jamkeskot senilai Rp 1,8 miliar kepada RSUD M Yunus yang akan dilunasi tahun 2017 ini.
Polemik itu harus kita jadikan pelajaran, bahwa pemerintah harus memberdayakan masyarakatnya sehingga rakyat memiliki penghasilan yang cukup untuk membayar iuran BPJS sehingga tidak ada tunggakan, atau rumah sakit milik pemerintah harus mengedepankan rasa kemanusiaan, solidaritas, jauh lebih besar dari kepentingan untuk mengumpulkan Pendapatan Asli Daerah.