JAKARTA, PB - Deputi Bidang Pendidikan dan Agama Kemenko PMK, Agus Sartono meminta kepada Kementerian Agama (Kemenag) khususnya Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umroh untuk memberikan edukasi kepada masyarakat terkait jika ada masyarakat akan melakukan umroh.
Hal ini disampaikan Agus terkait adanya kasus penipuan ribuan jamaah haji First Travel gagal umroh.
"Saya kira ini tantangan bagi pemerintah melalui Kemenag khususnya Dirjen Haji dan Umroh untuk tidak henti-hentinya memberikan sosisalisasi dan edukasi kepada masyarakat bahwa berangkat umroh ada tata caranya sehingga kasus seperti dialami jamaah Frist Travel tak terulang lagi," kata Agus di kantor Kemenko PMK, Selasa (29/8/2017).
Menurut Agus, masyarakat jangan sampai tergiur dengan promo-promo dilakukan oleh pihak travel dalam menawarkan jasa umroh murah. Untuk itu, peran Kemenag melalui Dirjen Haji dan Umroh agar terus menerus memberikan sosialisasi kepada masyarakat supaya mereka tidak terjebak lagi pada kasus seperti First Travel.
Sebelumnya, Wakil ketua komisi VIII DPR RI, menegaskan perlunya pengaturan batas minimal biaya umroh, dalam sebuah Undang-undang khusus penyelenggaraan umrah, agar kasus travel umrah bermasalah seperti First Travel tidak terjadi lagi.
"Jika dihitung, biaya perjalanan umroh minimal Rp 21juta, dengan berbagai fasilitas dasar. Sehingga masyarakat tidak mudah tertipu iming-iming ongkos umrah murah, namun pada akhirnya bermasalah,"kata Iskan di gedung DPR, Selasa (29/8/2017).
Selain itu, menurut Iskan, keberadaan batas bawah biaya umrah itu perlu diatur, agar dapat melindungi kepentingan jamaah umroh dalam mendapatkan fasilitas minimal di tanah suci.
"Jamaah bisa teredukasi bahwa untuk pergi umroh memerlukan biaya minimal sekian, dengan fasilitas sesuai yang dibayarkan. Sehingga mendapat jaminan tidak terlantar di tanah suci," katanya.
Seharusnya sejak dulu menurutnya batas minimal biaya umrah perlu diatur, dengan ikut memaparkan berbagai fasilitas yang akan didapatkan calon jamaah, sehingga mereka tidak merasa membeli kucing dalam karung.
Iskan menambahkan, untuk menghindari penipuan, calon jamaah umroh juga perlu membuka di website Kemenag mengenai mana saja travel umroh yang sudah resmi berizin. Karena banyak travel belum memiliki izin umroh dari Kemenag, dan hanya berbekal izin kementerian pariwisata, namun berani memberangkatkan umroh.
"Biasanya mereka mendapatkan visa umroh dengan bekerjasama dengan travel yang sudah mendapatkan izin Kemenag. Ini berbahaya, karena tanpa memiliki izin resmi umrah, mereka tidak akan mendapatkan pengawasan dari Kemenag,"katanya.
Politisi PKS ini menilai, dengan jumlah orang yang ingin pergi umrah sangat besar ditambah pemerintah yang kurang memberikan edukasi dan pengawasan, maka pada akhirnya banyak menimbulkan fenomena travel umrah bermasalah. Untuk itu menurutnya sudah mendesak dibuat Undang-undang khusus umroh agar Kemenag mudah mengawasi.
"Peminat perjalanan umroh ini sangat besar sekali, sekitar 800.000 orang per tahun. Oleh karena itu perlu diatur undang-undang khusus untuk melindungi jamaah. Apalagi selama ini peran Kemenag pada penyelenggaraan umrah belum sekuat seperti pada penyelenggaraan haji," pungkasnya.
Diketahui, calon jemaah tertipu dengan promo umrah murah dengan harga yang ditawarkan Rp 14,3 juta per orang. Ternyata, cara tersebut yang dilakukan First Travel sejak 2016. Dalam kasus ini, penyidik menetapkan Direktur Utama First Travel Andika Surachman dan istrinya, Anniesa Hasibuan, sebagai tersangka.
Modusnya, yakni menjanjikan calon jamaah untuk berangkat umrah dengan target waktu yang ditentukan. Hingga batas waktu tersebut, para calon jemaahn tak kunjung menerima jadwal keberangkatan. Bahkan, sejumlah korban mengaku diminta menyerahkan biaya tambahan agar bisa berangkat.
Dalam pengembangan kasus, polisi juga menetapkan adik Anniesa, Siti Nuraidah Hasibuan alias Kiki Hasibuan selaku Direktur Keuangan sekaligus Komisaris First Travel, sebagai tersangka. [**]