BENGKULU SELATAN, PB – “JANGAN TUTUP MATAPENCAHARIAN KAMI, HIDUP KAMI TERGANTUNG MEMULUNG BATU HIAS”.
Itulah salah satu tulisan spanduk saat aksi unjuk rasa ratusan pemulung batu hias di depan Kantor DPRD Bengkulu Selatan, Rabu (13/9/17).
Ratusan pemulung yang berasal dari beberapa desa di Kecamat Bungamas dan Manna tersebut mayoritas merupakan ibu-ibu.
Kedatangan mereka ke gedung wakil rakyat tersebut untuk menyampaikan aspirasi lantaran saat ini keberadaan mata pencaharian mereka sebagai pemulung batu hias semakin terancam dengan tegasnya aparat penegak hukum menertibkan ‘tambang liar’ tersebut.
Malahan salah seorang rekan mereka yang berprofesi sebagai pengumpul batu hias tersandung kasus hukum yang saat ini tengah ditangani oleh Polres Bengkulu Selatan.
“Dari kecil saya menghidupi anak-anak saya dari usaha memulung batu hias di pantai. Kenapa sekarang mau ditutup. Kami minta tolong kepada anggota dewan agar mendengar dan membantu kami rakyat kecil ini,” ungkap salah seorang Ibu-Ibu, Saila, menyampaikan orasinya.
Setelah menunggu, beberapa orang perwakilan warga diperkenankan masuk untuk hearing bersama dengan wakil rakyat.
Kedatangan warga diterima oleh Ketua DPRD Bengkulu Selatan Yevri Sudianto serta didampingi oleh Wakil-wakil ketua serta anggota DPRD Bengkulu Selatan.
“Kepada anggota dewan, kami minta supaya usaha batu hias ini bisa dilegalkan,” sampai salah seorang perwakilan warga Edi Yulian di hadapan anggota dewan.
Menanggapi hal tersebut, Ketua DPRD Bengkulu Selatan Yevri Sudianto menyampaikan ada salah satu alternatif sebagai salah satu solusi. Yakni dengan mengembangkan kawasan pertambangan rakyat.
“Celahnya ada, yakni dengan kawasan pertambangan rakyat. Mudah-mudahan ini bisa menjadi solusi. Ke depannya ini akan kita bahas dan akan kita lakukan kajian,” ungkap Yevri.
Sementara itu, Ketua Komisi I DPRD BS Dodi Martian berharap kepada pihak Polres Bengkulu Selatan agar mempertimbangkan sisi kemanusiaan.
“Kalau dari sisi hukum positif yang berlaku, jelas ini tidak boleh. Tapi bisa jadi ada pertimbangan sisi kemanusiaan. Karena pemulung batu hias untuk mencari makan, bukan untuk memperkaya diri. Bagusnya coba seperti di Ketaping, disamakan saja dengan Ketaping, Ketaping tidak dilarang, tidak ditindak, itu kan karena alasan kemanusiaan. Kalau bisa ya samakan saja dengan Ketaping,” harap Dodi Martian. (Apd)