JAKARTA, PB - Deputi Bidang Koordinasi Perlindungan Perempuan dan Anak pada Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Sujatmiko, berkesempatan tampil sebagai salah satu narasumber dalam forum dialog peringatan Dua Tahun Pembangunan Berkelanjutan pasca MDGs (SDGs) yang bertema “Peran Bisnis dalam Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan” di Gedung Kompas Gramedia, Jakarta, Kamis (14/9/2017).
Hadir selaku Pembicara Kunci dalam dialog ini yaitu Menteri PPN/Bappenas, Bambang Brodjonegoro. Nara Sumber lainnya adalah para CEO perempuan dari Sintesa Group dan PT XL Axiata; Mantan Ketua Kadin dan juga Penggagas Acara dari Indonesian Business Coalition for Women Empowerment (IBCWE), Shinta Sukamdani, dan Wakil Duta Besar Australia untuk Indonesia. Dialog sepenuhnya dipandu oleh Wapemred Kompas, Ninuk M Pambudi.
Mengawali paparannya, Sujatmiko mengungkapkan bahwa salah satu strategi pembangunan Pemerintah bagi upaya pemberdayaan perempuan adalah kesetaraan dan Keadilan Gender. Strategi ini diambil untuk untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender (KKG) melalui kebijakan dan program yang memperhatikan pengalaman, aspirasi, kebutuhan, dan permasalahan perempuan dan laki-laki ke dalam proses perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas seluruh kebijakan dan program di berbagai bidang kehidupan dan sektor pembangunan. Dalam pelaksanaannya, KKG digawangi oleh Pemerintah melalui seluruh K/L yang ada dan meminta partisipasi aktif dunia swasta dalam hal ini pelaku usaha lewat program tanggung jawab korporasinya (CSR) dan juga peran serta masyarakat.
“Karena untuk mencapai kesetaraan gender dan memberdayakan perempuan perlu kerja bersama, tidak akan berhasil kalau masih jalan sendiri-sendiri. Kita perlu motor penggerak agar dapat maju bersama karena kalau sudah bersama, Kita pasti bisa,” tegasnya. Kesetaraan gender, lanjut Sujatmiko, sejauh ini masih berkutat di lingkungan pemerintah atau Kementerian/Lembaga Negara saja dan masih belum jauh merambah ke sektor lain seperti kalangan swasta misalnya. “Faktor kesadaran dan pemahaman dari laki-laki juga jadi tantangan tersendiri dalam upaya kesetaraan gender ini karena memang butuh dukungan mereka juga,” katanya lagi.
Sujatmiko mencatat, Indonesia termasuk satu dari tiga negara ASEAN dengan GII (Gender Inequality Index)/IKG (Indeks Ketimpangan Gender) yang tinggi, meskipun telah melaksanakan berbagai program kesetaraan gender. Pemerintah dalam RPJMN 2015-2019 bahkan telah menetapkan masalah pengarustamaan gender sebagai salah satu kebijakan pembangunannya. “Tidak ada kebijakan pemerintah yang diskriminatif gender, kalau pun terkesan diskriminatif biasanya hanya pandangan budaya saja,” tambahnya. Selain itu, Sujatmiko juga mencatat bahwa terdapat agenda pembangunan milenium yang belum usai yaitu jumlah kontribusi perempuan dalam pekerjaan upahan dan keterwakilan perempuan di Parlemen.
Selaku Kementerian Koordinator, Kemenko PMK untuk masalah kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan telah melakukan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian berupa Pengembangan industri rumahan; Pemberdayaan TKI purna (termasuk korban TPPO); Mendorong Swasta/Pengusaha untuk memrogramkan CSR; Membangun jejaring kerja antar kelompok perempuan (Ormas/LSM dan perorangan); dan Mendorong peningkatan komitmen K/L dan Pemda. [anr/ram]