SEBUAH jajak pendapat tentang Walikota Bengkulu Helmi Hasan seakan-akan bertanya kepada publik apakah dirinya layak untuk melanjutkan pembangunan di Kota Bengkulu untuk 2 periode muncul di media sosial (medsos).
Jajak pendapat itu dikomentari oleh ribuan akun medsos. Komentar itu mayoritas berupa dukungan agar Helmi melanjutkan pembangunan, tapi tidak sedikit yang mengeluarkan suara-suara dengan gaya satir dan sinis, yang sebagian besar berasal dari akun abal-abal.
Sayangnya, baik akun asli maupun abal-abal tidak secara kritis melihat jajak pendapat itu. Meski memuat foto Walikota Helmi Hasan, namun tidak ada lembaga resmi manapun yang tertera digambar tersebut.
Baik akun asli maupun abal-abal juga seharusnya sadar bahwa itu bukanlah sebuah pernyataan resmi dari Walikota. Sebab, pernyataan resmi Walikota melalui sebuah pemberitaan yang telah terverifikasi tidak menyebutkan bahwa ia berniat untuk kembali memimpin.
Baca juga : Pilwakot, Helmi Tunduk Pada Kehendak Allah dan Dipinang Cagub Lampung dan Jawa Barat, Ini Jawaban Helmi Hasan
Namun dari adanya jajak pendapat itu, sebuah fakta menunjukkan betapa media sosial telah menjelma menjadi sebuah entitas kekuatan politik baru dalam pembangunan opini publik saat ini dan betapa bahayanya racun opini yang dioperasikan oleh akun abal-abal dalam menghadapi pesta demokrasi pemilihan walikota (Pilwakot) 2018 mendatang.
Bukannya melahirkan diskusi sehat, pikiran-pikiran yang berdialog dan bertengkar di dinding-dinding media sosial oleh akun abal-abal justru sangat dangkal, penuh justifikasi, fitnah dan digerakkan oleh logika SARA. Argumentasi yang digunakan bercampur aduk antara kebohongan dan ujaran kebencian.
Dari sini, media online harus mengambil peran solutif. Media online yang menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi, etika jurnalistik dan loyalitas kepada rakyat harus mampu menjadi perekat persatuan, menumbuhkan kebebasan yang bertanggung jawab, dan bergandengan tangan menangkal racun fitnah dan hoax yang disebarluaskan oleh akun abal-abal.
Media online harus tampil sebagai pilar demokrasi sejati, mengawal perubahan sosial sejati yang telah berkali-kali dimanipulasi oleh akun abal-abal dan klas menengah oportunis.
Sebab, meski media sosial mampu menjadi sarana penyebarluasan informasi secara masif serta menyediakan ruang yang luas bagi partisipasi publik di dalamnya, media online tetap menjadi aktor utama dalam penyusunan agenda publik.
Seberapa sibuk pun akun abal-abal berseliweran, seberapa masif pun tim-tim kampanye menyebarkan fitnah dan hoax, kekuatan media korporasilah yang akan menjadi arus utama dan meminggirkan sebuah pembicaraan.
Lihat juga : Menuntaskan Program Kerakyatan di Kota Bengkulu
Dalam konteks Pilwakot tadi, media online harus mampu menjaga harapan rakyat agar ruang demokrasi tetap menghasilkan pemimpin yang amanah, yang mampu memperbaiki infrastruktur secara masif, yang mampu mengeluarkan rakyat dari kesulitan ekonomi, mampu membangun kesehatan serta pendidikan yang berkualitas dan terjangkau, singkatnya, mampu membawa perubahan kehidupan rakyat ke arah yang lebih baik.