Akhir-akhir ini, ruang jejaring sosial di Indonesia, tak terkecuali di Bengkulu, dipenuhi dengan jajak pendapat, promosi diri dan pemberitaan terkait kontestan politik dalam Pemilihan Umum (Pemilu) 2019.
Group-group Facebook dan Whatsapp misalnya, penuh dengan tayangan-tayangan audio visual yang memenuhi isi gawai dengan berita, artikel serta informasi-informasi politik, dan pada akhirnya ruang-ruang kesadaran warga masyarakat Bengkulu.
Penggunaan media sosial untuk marketing politik memang bukan barang baru di Bengkulu. Sejak Pemilu 2009 dan 2014, media sosial sudah mulai diperhitungkan sebagai penggalangan dukungan.
Lihat bagaimana Pemilihan Walikota (Pilwakot) Bengkulu 2018. Kandidat terpilih, Helmi Hasan dan Dedy Wahyudi (Helmi-Dedy), tak pernah gebyar melakukan penggalangan massa dalam bentuk pengumpulan massa atau kampanye akbar, namun mereka masif melakukan kampanye di media sosial.
Alasan yang dikemukakan panglima pemenangan Helmi-Dedy, Dempo Xler, cukup tepat. Penggalangan massa rentan dengan konflik, kontraproduktif, dan mubazir. Sebaliknya, Tim Helmi-Dedy menawarkan cara-cara kampanye yang kreatif melalui media sosial dan silaturahmi langsung pintu ke pintu dan rumah-rumah warga pemilih.
Pengaruh media sosial dalam demokrasi kontemporer memang tak bisa dipandang sebelah mata. Kita ambil contoh pemilihan umum di Amerika Serikat pada 2015. Data yang dirilis The Economist menunjuk kenyataannya banyak sekali warga Amerika yang mengakses misinformasi yang dilakukan Rusia dalam platform seperti Facebook dan kanal Youtube.
Bila kita tak ingin kembali ke alam primitif, demokrasi semacam ini memang tak harus dibendung. Meminjam istilah filsuf Jerman, Jurgen Habermas, tentang demokrasi deliberatif, biarkan semua orang berpendapat, bahkan mereka yang paling berbeda sekalipun, lalu berikan warga masyarakat mengambil kesempatan untuk menyimpulkan atas informasi tersebut.
Pun demikian, bukan berarti kita membiarkan penyebarluasan informasi yang tak akurat, sengaja dipelintir ataupun hoax dan pencitraan politik yang keluar dari konteksnya yang asali. Kita sepakat bahwa hal-hal semacam itu bukan berkah melainkan racun bagi demokrasi.
Pemerintah Republik Indonesia sendiri telah mengesahkan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) atau Undang Undang nomor 11 tahun 2008 yang mengatur tentang batasan-batasan bagi warga negara Indonesia dalam menggunakan teknologi informasi.
Regulasi itu bisa menjadi kontrol yang efektif bila aparat pengawasannya diperkuat, khususnya terhadap konten-konten informasi yang dapat mendorong perpecahan di kalangan masyarakat yang mudah terbakar dengan isu-isu kesukuan, ras, agama dan antargolongan (SARA).
Dan yang jauh lebih penting dari itu adalah bagaimana memenuhi ruang-ruang media sosial dengan konten-konten informasi, termasuk informasi politik dengan isian yang positif, jujur sekaligus menarik, sebagai antitesis terhadap konten-konten informasi hoax dan pencitraan yang berlebihan yang bakal merusak kesadaran warga Bengkulu.
Dengan alasan inilah Pedoman Bengkulu berusaha melakukan apa yang dikatakan Noam Chomsky dengan “intellectual self-defence” atau membangun sistem pertahanan yang bersandar dengan nilai-nilai luhur yang hidup dan lahir dari rahim masyarakat Indonesia pada umumnya, Bengkulu itu sendiri pada khususnya.
Pedoman Bengkulu berusaha memberikan rakyat dengan kesadaran maju, yakni memanfaatkan teknologi informasi bukan sebatas pada pengunaannya, tapi juga dengan menawarkan pencerahan di dalamnya. Keyakinan ini dijalankan karena kesadaran bahwa sejatinya media massa merupakan salah satu pilar demokrasi yang memegang tanggung-jawab kolektif atas harapan orang-orang dan masa depan.
Untuk itulah dalam menyambut pesta demokrasi Pemilu 2019 nanti Pedoman Bengkulu akan memenuhi gawai-gawai pembaca dengan gema keadilan, kebenaran dan profil-profil kontestan politik yang jelas jejak rekam dan keberpihakannya kepada rakyat.
Pedoman Bengkulu akan senantiasa memberikan edukasi dan informasi politik kepada puluhan ribu pembaca yang setiap hari mengakses media siber dengan tagline ‘Cahaya Perubahan’ ini bukan hanya dengan artikel tentang kisah-kisah rakyat, tradisi dan kesenian rakyat, namun juga mengangkat tinggi-tinggi sosok-sosok yang akan memperjuangkan rakyat di arena politik, yakni orang-orang yang mampu memenuhi impian rakyat akan masa depan yang lebih baik, masyarakat yang optimis, masyarakat yang mencita-citakan Bengkulu yang adil dan makmur.