Terlepas dari posisinya sebagai bakal calon legislatif (bacaleg) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) daerah pemilihan (dapil) Bengkulu dalam pemilihan umum (pemilu) 2019, pernyataan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Eko Putro Sandjojo yang berjanji menaikkan porsi kucuran dana desa (DD) untuk Provinsi Bengkulu minimal sebesar 30 persen pada 2019 patut dirayakan.
Saat ini, jumlah DD yang menyebar di 1.341 desa se-Provinsi Bengkulu berkisar Rp945,6 miliar. Bila janji Mendes PDTT itu ditepati, maka jumlah itu akan menjadi Rp1.229,2 triliun atau bertambah minimal Rp283,6 miliar. Kata Mendes PDTT, presiden mendukung bukan hanya melanjutkan, tapi menambah besaran dana desa dengan catatan tidak hanya difokuskan untuk pembangunan infrastruktur di desa-desa, tapi juga dialokasikan untuk BUMDes.
Tak lama setelah pernyataan Mendes PDTT tersebut, Satuan Reserse Kriminal (Sat Reskrim) Polres Bengkulu Utara melalui unit tindak pidana korupsi (Tipikor) menetapkan Kepala Desa Karang Tinggi, Kecamatan Karang Tinggi Kabupaten Bengkulu Tengah inisial MW sebagai tersangka kasus dugaan korupsi Dana APBDes tahun 2016.
Kemudian dalam opname terhadap kegiatan DD tahun 2018 tahap I dan tahap II Desa Pulau Panggung Kecamatan Padang Guci Hilir Kabupaten Kaur Kapolsek Kaur Utara IPDA Tomson Sembiring beserta jajaranya Senin (27/8/2018) masih ada temuan yakni bangunan siring pasang yang belum selesai dikerjakan di Desa Pulau Panggung. Kapolsek berpesan agar temuan ini diperbaiki cepat dan diselesaikan dengan baik.
Undang-Undang (UU) Desa yang menjadi legitimasi DD disahkan pada era mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akhir tahun 2013. Saat itu, rakyat di desa-desa menyambut dengan suka cita sebagai harapan untuk keluar dari kemiskinan dan ketertinggalan.
DD diyakini akan membuat pembangunan dan ekonomi desa menggeliat. Saking bersemangatnya, pada awal berkuasa, Pemerintah Jokowi-JK mengeluarkan paket kebijakan ekonomi untuk mempercepat penyaluran DD meski tanpa melibatkan partisipasi rakyat desa dalam menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) sebagaimana syarat yang ada dalam UU Desa.
Akibatnya timbul persoalan. Azas UU Desa yang mempersyaratkan adanya demokrasi, musyawarah, dan partisipasi dalam pembangunan seakan dikebiri. Melalui keputusan Pemerintah Jokowi-JK yang diperkuat dengan SKB tiga menteri, partisipasi rakyat menjadi terabaikan, membuka potensi penyelewengan dana desa menjadi terbuka lebar.
Dalam Peraturan Mendes PDTT Nomor: 19 Tahun 2017 disebutkan, prioritas penggunaan dana desa yaitu untuk pembangunan desa seperti infrastruktur dan pemberdayaan masyarakat desa seperti pendirian Badan Usaha Milik Desa (BUMDes).
Namun untuk di Bengkulu, Mendes PDTT berharap agar DD dapat lebih dioptimalkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa lewat BUMDes dengan alasan yang cukup menggelikan, karena infrastruktur di Bengkulu sudah cukup memadai.
Patut dicermati, tanpa menutup mata terhadap keberhasilan pengelolaan DD Desa Pasar Pedati di Bengkulu Tengah, Desa Barumanis di Rejang Lebong, Desa Lubuk Sirih Ilir di Bengkulu Selatan, dan Desa Sumber Mulya di Mukomuko, kendala terbesar pendirian dan pengelolaan BUMDes di Bengkulu adalah sumber daya manusia.
Sebesar apapun dana yang dikucurkan, bila persoalan sumber daya manusia ini tak diatasi, upaya mensejahterakan rakyat desa dengan pendirian BUMDes harus dikaji lagi lebih teliti. Memang lebih baik memberikan rakyat pancing ketimbang ikan agar rakyat bisa selalu makan, tapi jangan lupa, rakyat perlu tahu cara memancing dan membutuhkan umpan yang baik.
Setiap desa butuh dana besar untuk membangun. Namun upaya untuk memajukan kehidupan rakyat dengan meningkatkan kesejahteraan ekonomi warga desa harus benar-benar bisa dipastikan berjalan dengan baik dan benar, tanpa korupsi dan manipulasi.
Dalam konteks itulah Pemerintah harus memastikan bahwa partisipasi rakyat dalam setiap rupiah dana desa yang dikucurkan harus diutamakan. Tidak gampang, tapi penting. Pemerintah perlu membangkitkan partisipasi warga desa dalam setiap perumusan kebijakan anggaran dana desa.
Banyak langkah yang bisa diambil. Misalnya dengan mendorong rakyat aktif berorganisasi. Organisasi akan menjadi wadah bagi warga desa untuk mendiskusikan berbagai kebutuhannya, melakukan pengawasan intensif agar tidak ada penyelewangan dalam anggaran dana desa, termasuk memecahkan persoalan sumber daya manusia bilamana anggaran tersebut digunakan untuk mendirikan BUMDes.
Perangkat desa harus memastikan bahwa seluruh warganya, tanpa terkecuali, berpartisipasi aktif dalam Musyawarah Desa (Musdes). Dalam pembangunan infrastruktur, perangkat desa juga harus benar-benar memastikan bahwa pembangunan desa melibatkan sumber daya desa semaksimal mungkin sehingga mampu meningkatkan pendapatan dan daya beli masyarakat desa.
Hanya bila kerumitan-kerumitan ini mampu dipecahkan, harapan besar rakyat desa akan adanya cahaya yang menuntun perubahan hidup mereka untuk keluar dari kemiskinan dan pengangguran dapat menyala-nyala.