Langkah Pemerintah Kota (Pemkot) Bengkulu meratakan tempat-tempat maksiat dengan tanah dan menutup tempat-tempat yang terendus sebagai sarang prostitusi menuai apresiasi dari warga masyarakat. Langkah tersebut lantas memicu bergulirnya kembali desakan untuk membubarkan Ekslokalisasi Pulau Baai di RT 8 Kelurahan Sumber Jaya.
Sayangnya, Pemerintah Kota Bengkulu tidak memiliki kewenangan atas wilayah Lokalisasi Pulau Baai tersebut. Kewenangan ada pada Pemerintah Provinsi Bengkulu yang pada era Wakil Gubernur HM Syamlan pernah ditutup sehingga nama Lokalisasi berganti menjadi Ekslokalisasi.
Sebagai negara yang menganut asas Pancasila dimana Ketuhanan Yang Maha Esa diletakkan dalam sila pertama, membiarkan adanya lokalisasi prostitusi di tengah-tengah sebuah wilayah Indonesia memang menjadi keanehan yang luar biasa.
Sementara pekerja seks komersil (PSK) yang menjajakan tubuhnya untuk mendapatkan imbalan dari orang-orang yang menggunakan jasanya telah meletakkan jiwa perempuan serendah binatang, menunjukkan bahwa negara ini tak konsisten dalam mengejawantahkan sila kedua Pancasila, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.
Berbagai pandangan yang menyebutkan bahwa ketika Lokalisasi tersebut dibubarkan akan ada dampak buruk seperti menyebarkan PSK yang menjual “dagingnya” di tempat-tempat yang tak terdeteksi, menyulitkan petugas medis untuk melakukan pemeriksaan kesehatan secara rutin terhadap PSK-PSK yang ada serta menambahkan deretan pengangguran merupakan tantangan yang mesti dijawab, bukan dengan melegalkannya, melainkan dengan merumuskan solusi-solusi kongkrit dalam spirit spritualitas.
Sejak otonomi daerah bergulir, Pemerintah Daerah memiliki kewenangan untuk merumuskan regulasi untuk menyelesaikan berbagai persoalan yang timbul di daerahnya. Hal ini bisa menjadi celah bagi Pemerintah Daerah untuk membuat Peraturan Daerah (Perda) yang dapat mengatasi berbagai persoalan pelacuran hingga ke akar-akarnya.
Perda itulah yang akan mengatur pra dan pasca lokalisasi dibubarkan, mengatur sanksi tegas bagi makelar, sanksi bagi pengguna jasa PSK, sanksi bagi pihak yang memberikan fasilitas pelacuran, penyedia PSK atau yang biasa disebut mami. Termasuk bagaimana merekonstruksi kehidupan para PSK pasca pembubaran lokalisasi atau pelacuran di tempat-tempat yang selama ini tersembunyi dari pantauan pemerintah dan sebagian masyarakat seperti prostitusi online.
Tugas mendidik masyarakat agar memiliki adab dan moral adalah tugas bersama, bukan hanya Pemerintah, namun juga masyarakat itu sendiri. Namun Pemerintah wajib memberikan kehidupan yang layak dan sejahtera bagi masyarakatnya.
Komitmen semacam itu sebenarnya telah ditunjukkan oleh Pemerintah Kota Bengkulu melalui berbagai terobosan seperti gerakan memakmurkan masjid untuk membina mental masyarakat dan Satu Miliar Satu Kelurahan (Samisake) sebagai solusi bagi para pengangguran agar memiliki penghasilan dengan cara yang baik, halal dan diperbolehkan aturan.
Namun terlalu naif bila mengandalkan Pemerintah Kota Bengkulu semata, perlu partisipasi luas dari seluruh ‘stakeholder’ se-Provinsi Bengkulu agar upaya membubarkan Lokalisasi Pulau Baai secara khusus dan prostitusi secara umum dapat berhasil, agar tak menimbulkan murka dari Tuhan Yang Maha Esa atau dampak sosial lanjutan seperti merebaknya HIV/Aids dan penyakit-penyakit mengerikan lainnya.