Belum lagi kegeraman publik surut akan peristiwa pembunuhan satu keluarga di Rejang Lebong yang dilakukan oleh seorang pria kepada mantan istri dan anak-anak tirinya, Bengkulu kembali digemparkan oleh pembunuhan seorang ibu rumah tangga oleh suaminya sendiri di Jalan Irian Gang Lambau RT 4, Kelurahan Tanjung Jaya Kecamatan Sungai Serut Kota Bengkulu, Kamis (21/2/2019).
Fenomena-fenomena tersebut menunjukkan bahwa Bengkulu benar-benar sedang mengalami darurat kekerasan terhadap perempuan. Kekerasan yang sudah berbentuk pembunuhan itu menjadi ancaman nyata yang seakan bisa mengancam siapa saja, kapan saja dan dimana saja, mengusik ketenangan jiwa.
Apa yang membuat miris adalah kasus pembuhuhan terhadap istri itu dilakukan oleh orang yang seharusnya memberikan perlindungan. Apapun motif dan alasannya, tindakan tersebut menjelaskan betapa masa kini seorang suami yang seharusnya menjadi malaikat pelindung keluarga rentan menjadi setan yang menghancurkan rumah tangganya sendiri.
Padahal sudah banyak regulasi atau aturan hukum yang dibuat untuk melindungi perempuan dari kekerasan dalam rumah tangga, tak hanya di tingkat Undang-Undang yang berlaku secara nasional, namun juga pada tingkat Peraturan-peraturan Daerah yang berlaku di provinsi atau kabupaten/kota.
Segudang hipotesis yang berusaha menjelaskan mengapa fenomena yang mendorong kekerasan ini marak seperti kemiskinan perempuan, ketimpangan sosial, kurangnya pendidikan, belum disahkannya Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Penghapusan Kekerasan Seksual, lemahnya penegakan hukum yang memberikan perlindungan terhadap perempuan, masih banyaknya regulasi yang melanggengkan patriarki dan impunitas terhadap pelaku kekerasan terhadap perempuan seakan tak mempengaruhi pengambil kebijakan untuk bertindak untuk mengurangi kekerasan terhadap perempuan tersebut.
Keberhasilan dalam menghapus kekerasan terhadap perempuan justru ditunjukkan oleh negara-negara yang memutus mata rantai kapitalisme dengan kebijakan-kebijakan neoliberal di negaranya dan menggantikannya dengan sistem sosialisme, sebuah sistem yang sesuai dengan nafas keagamaan seluruh agama-agama besar dunia.
Sosialisme mewajibkan sebuah negara menguasai seluruh sumber-sumber kekayaan negara agar bisa digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat di negara tersebut. Sosialisme, atau paham sosial/kemasyarakatan merupakan sebuah sistem kenegaraan yang mewajibkan setiap manusia di negara tersebut untuk memuliakan sesama manusia, memuliakan perempuan, singkatnya sebuah paham yang mengontrol agar perilaku seluruh masyarakatnya dapat menjadi manusia yang bertakwa.
Manusia yang bertakwa adalah manusia yang sadar bahwa Allah, Tuhan Yang Maha Esa, senantiasa hadir dalam hidupnya. Orang yang semacam itu, pasti dia tidak akan menyiksa atau membunuh apapun dan siapapun, jangankan istrinya, bahkan makhluk yang levelnya lebih rendah dari manusia seperti binatang atau tumbuhan, tidak akan secara gegabah ia bunuh.
Mereka yang masih gemar merusak, masih suka menyusahkan orang lain, apalagi sampai tega membunuh istrinya sendiri, maka bisa dipastikan orang seperti ini masih jauh betul dari kata takwa. Atau kualitas jiwanya masih jauh dari level takwa.
Untuk itu, sosialisme harus diwujudkan untuk menciptakan suami-suami bertakwa, dimana setiap laki-laki akan mengimani bahwa Allah menciptakan manusia berpasang-pasangan bukan untuk menjadi sumber kesusahan atau sumber kesengsaraan, suami-suami dambaan yang menjadikan bahtera rumah tanggannya sebagai kendaraan untuk menuju Allah.