Dengan penyempurnaan dari kegiatan tahun-tahun sebelumnya, Festival Bumi Rafflesia (FBR) tahun 2019 mampu menyedot antusiasme masyarakat Bengkulu. Tak hanya itu, FBR 2019 menjadi lebih istimewa karena masuk dalam salah satu dari Top 100 Calender of Event 2019 di Indonesia.
Dalam acara ini, Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah menyatakan tekad membangun infrastruktur sebagai bentuk untuk memajukan Pariwisata Provinsi Bengkulu. Sebuah tekad yang patut diapresiasi.
Mengenai potensi Bengkulu sebagai pusat destinasi wisata yang maju selama ini sudah banyak dikupas. Tak perlu diragukan lagi. Bengkulu punya potensi wisata yang komplit, baik dari segi alamnya, sejarahnya atau budayanya.
Tapi wisata Bengkulu belum punya brand mark. Tidak seperti Bali yang permisif terhadap wisatawan mancanegara ketika membuka auratnya secara vulgar di pantai, atau menghabiskan hari-harinya dengan berpesta dan mabuk alkohol, Bengkulu belum siap untuk menerima budaya seperti itu.
Sementara tanpa brand mark, ratusan juta penduduk dunia yang memiliki hobi berjalan-jalan ke negeri jauh tidak akan punya banyak alasan untuk singgah ke Bengkulu.
Dalam FBR 2019, brand mark itu belum tampak selain sekedar sebuah acara seremonial tahunan yang tak membekas dalam wujud gerakan pembangunan wisata yang tangguh dan berkelanjutan.
Padahal dalam bisnis, brand mark ini sedemikian dibutuhkan sebagai merek yang dapat dikenali namun tidak dapat diucapkan, seperti lambang, desain huruf atau warna khusus.
Religius adalah brand mark terbaik yang bisa dimiliki Bengkulu.
Pemilihan brand mark religius itu sangat beralasan. Sebab, Bengkulu punya masyarakat yang religius.
Batik Besurek, kain yang berciri khas kaligrafi Arab nan dipadukan dengan rafflesia sebagai motifnya, merupakan simbol khas kebudayaan masyarakat Bengkulu yang religius.
Festival Tabut, sebuah acara peringatan tahun baru Islam terbesar di Indonesia ada di Bengkulu. Ini juga salah satu alasan kenapa religius layak dijadikan sebagai brand mark wisata Bengkulu. Ada begitu banyak pesan-pesan religiusitas yang terkandung dalam tradisi Tabut.
Dibangunnya Masjid Agung At-Taqwa yang diresmikan oleh mantan Presiden Soeharto juga merupakan salah satu penanda betapa religiusnya masyarakat Bengkulu. Presiden RI kedua itu bahkan berpesan secara khusus kepada masyarakat Bengkulu agar menjadikan masjid sebagai pusat pelayanan umat.
Bila pesan pimpinan Orde Baru itu agar masjid dijadikan sebagai pusat pelayanan umat itu betul-betul dilaksanakan oleh para pemegang kebijakan di Bengkulu, maka brand mark Bengkulu sebagai salah satu destinasi wisata religius terkemuka di dunia bukan mustahil terwujud.
Ketika masjid menjadi pusat pelayanan umat dan dikelola dengan cara sebagaimana pernah diteladani oleh Rasulullah Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam, maka kebaikan-kebaikan pasti akan terpancar dalam pribadi-pribadi masyarakat Bengkulu. Atau dengan kata lain akan mudah menemui manusia-manusia beriman di Bengkulu.
Manusia-manusia beriman ini sangat dibutuhkan dalam menunjang wisata religius di Bengkulu. Sebab, manusia beriman adalah orang-orang yang mudah tersenyum, menyukai kebersihan, dan mencintai saudara-saudaranya seiman, bahkan lebih daripada mencintai dirinya sendiri.
Ketika Bengkulu mendeklarasikan religiusitas sebagai brand mark pariwisatanya, masjid-masjidnya makmur sebagai masjid-masjid di zaman Nabi Muhammad, menyediakan kuliner-kuliner lezat khas Bengkulu bagi umat yang datang singgah ke daerah-daerahnya, Bengkulu bisa menyedot para pekerja dakwah yang kini tengah berkembang dengan pesat di seluruh dunia.
Para pekerja dakwah dari seluruh penjuru dunia itu adalah orang-orang yang bersedia menafkahkan diri dan hartanya untuk berada di negeri-negeri jauh tidak hanya dalam satu atau dua hari, mereka bahkan bisa meninggalkan negerinya hingga 40 hari bahkan 4 bulan lamanya.
Menutup tajuk ini, tidak salah ketika ada sebuah adagium yang mengatakan “Di Pariwisata, Bengkulu Bisa Berjaya“. Tapi kalimat itu akan lebih hidup dan bermakna ketika diubah, “Dalam Semangat Religiusitas, Wisata Bengkulu Pasti Berjaya!“