PedomanBengkulu.com, Bengkulu - Tahun 2022 ini, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia perlahan-lahan bakal menghapus premium dan pertalite karena kedua jenis bahan bakar minyak (BBM) tersebut memiliki nilai oktan atau Research Octane Number (RON) di bawah 91 atau tidak ramah lingkungan.
Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Hj Riri Damayanti John Latief mengatakan, kebijakan dihapuskannya premium dan pertalite harus dilakukan dengan penuh kehati-hatian di tengah daya beli masyarakat yang belum stabil.
"Tidak akan ada yang keberatan untuk menggunakan energi yang ramah lingkungan, tapi momennya harus pas. Masyarakat bawah sudah banyak yang mengeluh karena premium sudah lama langka di pasaran, kalau ditambah dengan dihapuskannya pertalite, tolong dipertimbangkan lagi dengan masak," kata Hj Riri Damayanti John Latief, Kamis (30/12/2021).
Wakil Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Komite Pemuda Nasional Indonesia (DPP KNPI) ini menjelaskan, hampir seluruh roda perekonomian menjadikan BBM sebagai kebutuhan dasar, bukan hanya dari jenis solar dan pertamax, melainkan juga pertalite, termasuk yang paling murah, yakni premium.
"Kalau memang mau dialihkan penuh ke BBM yang ramah lingkungan, subsidinya jangan dihentikan. Jangan sampai daya beli masyarakat jatuh terpuruk padahal masih ada yang belum sempat bangkit dari kejatuhan akibat pandemi covid-19," ujar Hj Riri Damayanti John Latief.
Bila skema pemberian subsidi melalui BBM yang ramah lingkungan tidak memungkinkan, Alumni Magister Manajemen Universitas Bengkulu ini melanjutkan, pemerintah bisa melakukan opsi lain yang tetap bisa menjaga daya beli masyarakat agar tidak terpuruk.
"Misalnya dengan memberikan bantuan sosial ke warga, khususnya masyarakat rentan miskin dan miskin. Jadi daya beli masyarakat tetap bisa terjaga. Intinya jangan sampai ada yang dirugikan dibalik sebuah kebijakan," tandas Hj Riri Damayanti John Latief.
Wakil Ketua Umum BPD HIPMI Provinsi Bengkulu ini menambahkan, tak kalah penting adalah pemanfaatan energi terbarukan yang potensinya di Indonesia cukup besar namun belum dimanfaatkan dengan optimal.
"Pemicu utama perubahan iklim sebenarnya pembakaran energi fosil yang sampai saat ini masih menjadi primadona di Indonesia. Ini akar masalahnya. Jadi pemanfaatan energi terbarukan pun harus dipercepat," demikian Hj Riri Damayanti John Latief. [Muhammad Qolbi]