PedomanBengkulu.com, Bengkulu – Komite II Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) terus melakukan inventarisasi materi pengawasan atas pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan perubahannya dalam UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang tengah masuk tahap pembahasan untuk direvisi.
Anggota Komite II DPD RI, Hj Riri Damayanti John Latief, dalam pengawasannya mencatat pentingnya agar Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KemenLHK) segera meluluskan permohonan perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan di wilayah Kabupaten Mukomuko yang telah terlanjur digarap dan dijadikan lahan perkebunan masyarakat.
"Pemerintah daerah setempat sudah mengusulkan hal ini. Kalau memang lengkap secara administrasi, tidak bermasalah, tidak menimbulkan dampak lingkungan yang serius, saya merekomendasikan agar KemenLHK hendaknya menjadikan ini sebagai program prioritas," kata Hj Riri Damayanti John Latief, Kamis (13/1/2022).
Perempuan yang digelari Putri Dayang Negeri oleh Masyarakat Adat Tapus ini menuturkan, luas hutan Bengkulu sebesar 43 persen dari luas total wilayahnya memiliki peluang untuk digarap untuk kesejahteraan dan kemajuan daerah.
"Aturan harus longgar untuk mensejahterakan masyarakat. Tapi bukan berarti hutan boleh dibabat habis-habisan. Tetap dalam konteks menjaga kelestariannya. Fungsi hutannya juga jangan sampai berubah," ungkap Hj Riri Damayanti John Latief.
Dewan Penasehat Karang Taruna Provinsi Bengkulu ini berharap agar industri ekstraktif seperti perusahaan tambang, perkebunan kelapa sawit, geothermal, maupun Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dan Hutan Alam (IUPHHK-HA) melakukan aktifitas dengan sangat hati-hati.
"Jangan sampai aktifitas yang dilakukan menimbulkan korban jiwa manusia dan satwa. Jangan sampai merusak DAS (Daerah Aliran Sungai). Jangan sampai merusak apa-apa yang menopang kehidupan masyarakat dan makhluk hidup lainnya," tandas Hj Riri Damayanti John Latief.
Wakil Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Komite Pemuda Nasional Indonesia (DPP KNPI) ini menambahkan, setiap industri ekstraktif yang beroleh keuntungan dari penggarapan hutan harus bersedia menghijaukan kembali kawasan garapannya dan memberikan kontribusi terhadap masyarakat di kawasan tersebut.
"Di Bengkulu saya tidak mau mendengar ada pepatah ibarat ayam mati di lumbung padi. Kehadiran perusahaan yang punya garapan di hutan-hutan jangan lupakan tanggungjawab sosialnya selain kewajibannya untuk menjaga kelestarian lingkungan," demikian Hj Riri Damayanti John Latief.
Untuk diketahui, berdasarkan data Yayasan Ganesis Bengkulu, sejak tahun 2000 hingga 2020, kawasan hutan di Kabupaten Bengkulu Utara dan Mukomuko telah hilang dengan jumlah sekira 49.283,12 hektare. Rinciannya, Bengkulu Utara 24.480,50 hektare atau 14 persen kawasan hutan dan Mukomuko 24.802,62 hektare atau 11 persen dari total kawasan hutan.
Rusaknya hutan disinyalir mengakibatkan rusaknya sejumlah DAS sehingga membuat beberapa wilayah di Provinsi Bengkulu mengalami banjir terutama selama tiga tahun terakhir, khususnya ketika musim penghujan tiba. Pada 17 April 2019, banjir besar di Bengkulu menewaskan 24 penduduk di Bengkulu Tengah, Kepahiang, dan Kota Bengkulu, dengan kerugian sekitar 144 miliar Rupiah. [Muhammad Qolbi]