PedomanBengkulu.com, Bengkulu - Komite II Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) menggelar pengawasan terhadap Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Anggota Komite II DPD RI Hj Riri Damayanti John Latief mengungkapkan, ia melihat adanya lima persoalan yang mesti segera dituntaskan untuk mendukung kebijakan ketahanan pangan yang saat ini tengah menjadi isu strategis di pemerintahan.
"Pertama perhatian saya pada infrastruktur yang menunjang sentra produksi pertanian. Kondisi ini perlu perhatian dari pemerintah. Jalanan, jembatan dan pengairan di desa-desa harus dalam keadaan baik. Di Bengkulu belum lama ini saya dapat laporan salah satu jembatan gantung yang jadi sentra pertanian ambruk akibat terjang angin. Betapa rapuhnya," kata Hj Riri Damayanti John Latief, Jumat (13/5/2022).
Kedua, Plt Ketua DPD Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Provinsi Bengkulu ini melanjutkan, terkait persoalan pupuk dimana berdasarkan Keputusan Gubernur Bengkulu Nomor H.16.DTPHP Tahun 2022 tentang alokasi dan Harga Eceran Tertinggi pupuk bersubsidi sektor pertanian di Provinsi Bengkulu tahun 2022 antara alokasi dan jumlah kebutuhan masih selisih jauh.
"Misalnya di Kabupaten Mukomuko. Sesuai dengan data yang ada 22.073 petani mengusulkan pupuk Urea bersubsidi sebanyak 20.329.078 kilogram atau 20.329,078 ton namun hanya dikabulkan sebanyak 8.870 ton. Begitu juga pupuk jenis lain dan begitu juga dengan daerah lain," beber Hj Riri Damayanti John Latief.
Ketiga, Dewan Penasehat Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Kota Bengkulu menjelaskan, lahan pertanian produktif semakin menyempit karena alih fungsi lahan menjadi bangunan komersil, bukan hanya di kawasan perkotaan, namun juga di pedesaan.
"Di Kota Bengkulu, dari 1.400 ha pada tahun 2018 turun menjadi 702 ha tahun 2019. Tahun 2020 Dinas Pertanian dan Perikanan Kabupaten Rejang Lebong menyebutkan luas sawah di daerah itu menyisakan 5.553 hektare atau berkurang setengah atau hilang seluas 4.197 hektare, karena sebelumnya berdasarkan data BPS (Badan Pusat Statistik) Kabupaten Rejang Lebong luas area persawahan di Kabupaten Rejang Lebong seluas 9.750 hektare," urai Hj Riri Damayanti John Latief.
Keempat, Dewan Penasehat Karang Taruna Provinsi Bengkulu ini menambahkan, krisis iklim sehingga petani bingung untuk menentukan masa tanam dan panen secara tepat dan nelayan bingung untuk menentukan masa melaut dan masa istirahat dengan cermat.
"Kelima, kelangkaan BBM (Bahan Bakar Minyak). Situasi ini khususnya sangat merugikan nelayan kecil dan tradisional. Di Kaur, kelangkaan BBM membuat nelayan tak melaut. SPBU mengharuskan nelayan menggunakan BBM jenis pertamax yang mahal, tak terjangkau," demikian Hj Riri Damayanti John Latief. [Muhammad Qolbi]