PedomanBengkulu.com, Bengkulu - Komite II Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) tengah melakukan telaah terhadap Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan serta perubahannya dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Anggota Komite II DPD RI Hj Riri Damayanti John Latief dalam pengawasan atas regulasi tersebut meminta kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk mencegah agar konflik antarnelayan yang terjadi di seluruh tanah air tidak meluas dan berlangsung terus menerus.
"Satu contoh konflik antarnelayan tradisional yang resah akan meningkatnya aktivitas penangkapan ikan menggunakan trawl atau jaring pukat di perairan Bengkulu. KKP perlu turun tangan untuk mencegah agar konflik seperti ini tidak pernah terjadi lagi," kata Hj Riri Damayanti John Latief, Rabu (21/12/2022).
Lulusan Magister Manajemen Universitas Bengkulu ini menjelaskan, KKP juga perlu mendorong agar adanya revisi terhadap pasal 26 ayat (1) Permen KP Nomor 18 Tahun 2021 tentang penempatan Alat Penangkapan Ikan dan Alat Bantu Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara RI dan Laut Lepas serta Penataan Andon Penangkapan Ikan.
"Kalau regulasi ini memicu konflik nelayan besar yang menggunakan kapal berukuran lebih dari 30 GT dengan nelayan kecil yang menggunakan kapal berukuran 30 GT. Lagian regulasi ini bertentangan dengan Pasal 27 UU Pemda yang menyebutkan bahwa kewenangan pengelolaan laut untuk Pemerintah Provinsi adalah 0 sampai 12 mil laut," ujar Hj Riri Damayanti John Latief.
Wakil Ketua Umum BPD Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Provinsi Bengkulu ini menekankan, perikanan masih menjadi salah satu sektor ekonomi yang memberikan kontribusi besar terhadap kesejahteraan suatu bangsa namun sayang faktanya produksi perikanan tangkap dan perikanan budi daya Indonesia, masih berada di bawah negara-negara yang tidak memiliki potensi sumber daya ikan dan bahkan keanekaragaman hayati sebesar Indonesia.
"Produksi Indonesia masih jauh di bawah Cina, Bangladesh, India, Myanmar, Uganda, dan Kamboja. Misal 2008 kemarin produksi perikanan tangkap di Indonesia sebesar 323.150 ton, jauh di bawah Cina yang mencapai 2.248.177 ton dan juga India yang mencapai 953.106 ton. Ini yang perlu dibenahi," sampai Hj Riri Damayanti John Latief.
Ketua Umum Pengurus Cabang (Pengcab) Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI) Kabupaten Kepahiang ini menambahkan, rendahnya produksi perikanan tangkap dan perikanan budi daya Indonesia tersebut disebabkan oleh faktor internal dan faktor eksternal.
"Faktor internal kaitannya dengan sumber daya manusia yang berusaha di sektor perikanan seperti rendahnya penguasaan teknologi penangkapan dan tentunya pembudidayaan ikan, dan kegiatan pasca panen, serta kegiatan penangkapan dan pembudidayaan ikan yang merusak ekosistem pesisir. Faktor eksternal berasal dari luar sumber daya manusia, yang berbentuk rendahnya dukungan kebijakan, seperti penganggaran dan sistem informasi, dan meningkatnya kegiatan illegal, unreported and unregulated fishing. Insya Allah ke depan masalah ini dapat dipecahkan," demikian Hj Riri Damayanti John Latief. [Muhammad Qolbi]