Permintaan ini disampaikan Sultan sebagai bentuk apresiasi dan tanggung jawab negara terhadap kinerja dan pengabdian para tenaga honorer dalam membantu penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik. UU ASN nomor 5 tahun 2014 hanya mendefinisikan Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
“Kami mendorong agar RUU perubahan UU ASN untuk segera disahkan, namun upaya Penghapusan honorer kami nilai belum tepat bagi negara dengan jumlah penduduk besar seperti Indonesia. Karena Keberadaan honorer signifikan mempengaruhi situasi sosial dan ekonomi nasional” ujar Sultan melalui keterangan resminya pada Selasa (28/02).
Menurutnya, posisi honorer penting untuk dilihat sebagai suatu fase rekrutmen dan batu loncatan untuk mencapai posisi PNS. Sehingga kita perlu mempertimbangkan agar definisi ASN diperluas dengan menambahkan tenaga honorer sebagai bagian dari ASN.
“Mereka para honorer memiliki beban kerja yang sama dengan PNS dan PPPK dalam melayani masyarakat selama ini. Tidak salah jika honorer juga ditetapkan sebagai bagian dari ASN layaknya PPPK”, tegas mantan Wakil Gubernur Bengkulu itu.
Lebih lanjut Sultan menerangkan bahwa pihaknya sangat memahami jika sistem kepegawaian yang tepat untuk diberlakukan pada instansi adalah sistem kepegawaian tunggal. Di mana mereka yang melakukan pekerjaan yang sifatnya sama harus memiliki status dan sistem kepegawaian yang sama.
“Sudah tepat jika RUU perubahan mengatur dan mengakomodasi kepentingan tenaga honorer. Tapi tidak baik jika masih terdapat pasal yang melarang pemerintah melakukan rekruitmen tenaga honorer pasca ditetapkan RUU perubahan tersebut” terang Senator Sultan.
Pada pasal 135 A ayat 2 RUU perubahan UU ASN menyebutkan jika setelah UU ini mulai diberlakukan, pemerintah dilarang atau tidak dibenarkan melakukan pengadaan tenaga kontrak dan honorer dan pegawai tidak tetap non PNS.
Yang paling penting dan menjadi hal prinsip pada RUU perubahan UU ASN, kata Sultan, adalah bagaimana mewujudkan asas keadilan, kesetaraan dan kesejahteraan bagi semua ASN. Perbedaan status dan sistem kepegawaian tidak akan menimbulkan kecemburuan sosial jika insentif keuangan sebagai wujud apresiasi negara terhadap semua pelayan masyarakat baik PNS , PPPK dan honorer tidak dibedakan secara kontras.
“Masalah yang kami tangkap dari curahan hati para honorer di daerah selama ini adalah pada perbedaan perlakuan dan hak atas insentif keuangan pada pegawai yang memiliki kewajiban bekerja yang sama pada instansi pemerintah. Maka bagi kami hanya satu hal penting untuk diperjuangkan dari RUU perubahan tersebut adalah mengurangi kesenjangan hak keuangan dan insentif kesejahteraan lainnya kepada semua abdi negara non-ASN terutama bagi para honorer”, tutupnya. (AM)