Oleh Indah Kartika Sari, SP
Bukan seorang mahasiswa bila hidup tak berguna. Raihlah semua impian dalam perjalanan hidup ini. Jadikanlah hidup kita penuh cita, citra, cinta...(kutipan puisi)
Karakter mahasiswa tentu punya cita-cita di masa depan yaitu menjadi penerus kepemimpinan bangsa yang besar ini. Citra dirinya adalah sebagai tumpuan harapan masyarakat dalam perannya sebagai agent of change (agen perubahan), iron stock (generasi penerus yang tangguh), moral force (kekuatan moral), dan social control (kontrol sosial).
Cintanya pada negeri ini, membuat dirinya tak hanya sibuk dengan studi. Relakan diri untuk abdikan waktu dan potensi intektualnya semata-mata demi kebaikan negeri. Kepekaan nurani tak membuatnya diam untuk terus menyuarakan kebenaran. Walaupun kritik tajamnya terkadang salah diartikan oleh para pemangku negeri sehingga berujung penangkapan.
Di tengah problematika bangsa yang tak kunjung berakhir, suara mahasiswa tetap harus ada sebagai penyambung aspirasi rakyat terhadap semua kezholiman penguasa. Apalagi problem ini menyangkut hajat hidup masyarakat banyak. Kritik mereka adalah hal lumrah. Menawarkan solusi atas kondisi yang tidak ideal adalah perkara yang tidak kalah pentingnya. Menjadi paradoks jika itu terlarang di negeri yang mengusung prinsip kebebasan berpendapat. Di samping itu, suara mahasiswa adalah bukti bahwa pergerakan mahasiswa tidak mati suri. Terlebih saat mimbar akademik terpenjara kendali penguasa.
Kendati sempat menuai kisruh, kritik Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas (BEM) di Bengkulu terkait pengesahan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Cipta Kerja dinilai mewakili dan menyuarakan kegelisahan masyarakat. Kritik ini dituangkan dalam bentuk aksi demonstrasi mahasiswa yang berlangsung di depan gedung DPRD Provinsi Bengkulu pada kamis siang tanggal 30 Maret 2023. Demo ini diikuti ratusan mahasiswa dari berbagai kampus ternama di Kota Bengkulu.
Mulai dari Universitas Bengkulu (Unib), Unihaz, UMB hingga Unived, massa mahasiswa ini berkumpul di depan gedung DPRD Bengkulu. Mereka mengecam DPR yang menyetujui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Ciptaker) menjadi undang-undang (UU) meski sebelumnya dinyatakan inkonstitusional oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
"Kami turun sebagai simbol ketidakadilan. Hidup mahasiswa, hidup rakyat Indonesia," teriak salah seorang orator demo mahasiswa.
Kita tentu menginginkan bahwa perjuangan mahasiswa tidak berhenti pada semangat sesaat yang gampang pudar. Kita berharap adanya perubahan yang dikomandoi mahasiswa tidak selesai pada tataran pergantian person saja.
Sudah cukup pelajaran dari gerakan reformasi yang ternyata tidak membawa perubahan hakiki. Maka perlu kiranya mahasiwa melakukan pemetaan masalah bangsa secara lebih detail. Perlu dibuka banyak ruang-ruang diskusi bagi mahasiswa terhadap berbagai problem negeri ini.
Entah problem korupsi, pejabat yang mengumbar kekayaan, politik dagang sapi atau berbagai aturan atau perundang-undangan yang menzholimi rakyat juga gurita jeratan oligarki. Semuanya itu melatih mahasiswa untuk berfikir secara sistematis demi mengurai masalah demi masalah untuk mencari akar masalah sehingga mengarah kepada solusi yang mumpuni.
Bagi mahasiswa muslim, tentu tidak ada jalan lain selain mengembalikan semua masalah bangsa ini kepadan solusi Islam. Sangat diapresiasi, jika banyak ruang diskusi mahasiswa tentang berbagai problematika bangsa. Namun sayang sekali jika solusinya tetap berpijak kepada kapitalisme.
Dalam perbincangan seputar pengesahan Ciptaker, hanya mahasiswa yang ideologis yang mampu memahami akar masalah di balik pengesahan UU sapu jagat ini. Pembahasan ciptaker tidak hanya berhenti pada dominasi oligarki saja namun harus diarahkan pada sistem kapitalisme yang memberikan keleluasaan bagi individu untuk memiliki aset-aset rakyat dan negara, atas dasar prinsip kebebasan kepemilikan. Bahkan, inilah yang menjadi akar masalah dari UU cipta kerja.
Mahasiswa ideologis akan mengkomparasikan sistem kapitalisme dengan sistem Islam tentang bagaimana prinsip kepemilikan dalam Islam yang melarang aset-aset strategis milik rakyat dikuasai segelintir orang seperti yang menjadi patron uu ciptaker. Mahasiswa ideologis akan membahas tentang peran negara sebagai satu-satunya pelayan umat yang mengelola aset-aset strategis untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Mahasiswa ideologis akan tumbuh rasa cintanya kepada Islam dan mengerahkan potensinya untuk mendakwahkan tegaknya Islam ideologis dalam tataran kehidupan. Hari-harinya tidak lagi seputar buku, kost dan warung namun berputar antara buku, mengkaji Islam dan berdakwah.
Begitulah mahasiswa dambaan Islam.
Cita-citanya adalah untuk membangkitkan negeri ini dari keterpurukan dengan melanjutkan kehidupan Islam. Citranya sebagai pemuda pelopor perubahan melalui road map yang telah diajarkan sang teladan, Rasulullah SAW.
Cintanya kepada negeri ini membuatnya rela mengorbankan semua potensi intelektualnya demi kembalinya kejayaan Islam. Jika cita, citra dan cintanya telah kembali, bukan tidak mungkin bangsa ini akan menjadi bangsa kuat, maju dan terdepan dalam naungan Islam yang mensejahterakan.[Red]