PedomanBengkulu.com, Lebong - Salah satu oknum Aparatur Sipil Negara (ASN) di Provinsi Bengkulu, Hendra meminta Mahkamah Agung (MA) Republik Indonesia meninjau kembali kasus hukum yang menyeretnya dalam pengusutan mafia tanah yang menurutnya hanya dikorbankan oknum penyidik dalam kasus tersebut.
Buktinya, oknum penyidik di Polres Lebong resmi dinyatakan bersalah dan melanggar kode etik Polri dalam pengusutan kasus mafia tanah di Kabupaten Lebong.
Menurut pria yang tinggal di Desa Sungai Gerong Kecamatan Amen Kabupaten Lebong ini Laporan Polisi Nomor :LP/B-124/VII/2021/SPKT/Satreskrim/Polres Lebong/Polda Bengkulu tanggal 3 juli 2021 atas nama Pelapor M Syahroni yang diketahui narapidana korupsi harus ditinjau kembali.
"Mahkamah agung agar mempertimbangkan atau meninjau kembali keputusan dikarenakan penyidik, penyidik pembantu serta kasat reskrim masalah LP 124 itu salah dan lalai dalam menetapkan tersangka serta menggunakan kekuasaan dan sudah diputuskan dalam sidang KKEP, yaitu demosi 1 tahun, dengan ini agar kiranya dipertimbangkan kembali keputusan tersebut," kata Hendra kepada wartawan, Minggu (30/7).
Ia mengaku, dikriminalisasi oleh oknum yang berkepentingan dengan PT Ketahun Hidro Energi (KHE). Mengingat perkara itu terkait kasus pembebasan lahan di Desa Talang Ratu Kecamatan Rimbo Pengadamg. Terlebih dirinya hanya pembeli, dan disertakan dengan bukti kwitansi dimilikinya.
"Karena itu saya yang semula sebagai pemilik tanah berbalik menjadi pelaku kejahatan (tunggal)," ucapnya.
Di sisi lain, ia menyebutkan proses penyelidikan dan penyidikan Laporan Polisi Nomor :LP/B-124/VII/2021/SPKT/Satreskrim/Polres Lebong/Polda Bengkulu Tanggal 3 Julli 2021 atas nama Pelapor M Syahroni, telau dibawa ke Bidang Etik dan Profesi Kepolisian RI.
"Dan laporan saya di tindak lanjuti oleh Pihak Kepolisian Republik Indonesia. Komisi Kode Etik Polri Bengkulu telah memeriksa dan mengadili oknum yang saya laporkan dan menjatuhkan Putusan yang pada pokoknya menyatakan Oknum Penyidik terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan pelanggaran kode etik Profesi Polri," tutupnya.
Untuk diketahui, sebelumnya kasus dugaan sindikat mafia tanah yang menyasar lahan sejumlah warga bergulir di Polda Bengkulu dan Polres Lebong.
Dua laporan itu berkutat pada persoalan adanya upaya 'penjarahan' berupa balik nama kepemilikan tanah yang tanpa diketahui oleh korban. Masing-masing lahan tersebut berada di sejumlah titik di Desa Talang Ratu Kecamatan Rimbo Pengadang.
Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Bengkulu pada tahun 2021 lalu telah menetapkan tiga orang sebagai tersangka, namun tak ditahan dan disidang.
Padahal, penyidik telah mengirimkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bengkulu.
Tak hanya itu, pada tahun 2022 ini giliran Polres Lebong menetapkan H sebagai tersangka. Menariknya, dalam dua perkara ini tiga tersangka yang ditetapkan di Polda Bengkulu tidak ditahan dan diproses. Sementara, untuk tersangka HA diproses bahkan disidang di PN Tubei.
Selain itu, H juga diperiksa Paminal dan Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Bengkulu. Pemeriksaan ini karena diduga terdapat kejanggalan dalam penetapan sebagai tersangka tunggal dalam perkara dugaan sindikat mafia tanah pembebasan lahan di PT KHE.[**]