Sticky

FALSE

Page Nav

HIDE

GRID

GRID_STYLE

Hover

TRUE

Hover Effects

TRUE

Berita Terkini

latest

Merdeka Finansial


Rachman Wintarto, B. Tech. (Hons.), M.M., Aff. WM®, AWP, CFP®, QWP® 
Personal Financial Enthusiast

Merdeka! Setahun sekali kita merayakan kemerdekaan bangsa dan negara kita tercinta ini tetapi, sudahkah kita secara individu merdeka secara finansial atau istilah trend-nya Financial Freedom? Atau sadar atau tidak sadar kita masih dijajah oleh uang? Apa sih sebenernya kemerdekaan finansial itu? Apakah merdeka secara finansial berarti harus menjadi ‘crazy rich’?

Istilah Financial Freedom atau Kemerdekaan finansial dipopulerkan oleh penulis buku Rich Dad Poor Dad asal Amerika, Robert T. Kiyosaki. Menurut Kiyosaki, Kebebasan finansial lebih dari sekadar memiliki uang. Ini adalah kebebasan untuk menjadi siapa Anda sebenarnya dan melakukan apa yang benar-benar Anda inginkan dalam hidup dan tidak semua tidak semua orang bisa mencapai kebebasan keuangan atau financial freedom. Kebebasan keuangan hanya dapat tercapai oleh orang-orang yang mau belajar dan bekerja untuk mencapai kebebasan keuangan.

Berbicara mengenai Financial Freedom dan sebelum bekerja keras menuju kesana, kita harus memahami dulu tentang keuangan itu sendiri. Pemahanan kita terhadap keuangan disebut juga Financial Literacy atau literasi finansial. Di Indonesia sendiri, Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) tahun 2022 yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan indeks literasi keuangan sebesar 49,68%, naik dibanding tahun 2019 yang hanya 38,03% dan indeks inklusi keuangan sebesar indeks inklusi keuangan tahun 2022 mencapai 85,10% meningkat dibanding periode SNLIK sebelumnya di tahun 2019 yaitu76,19%. Artinya, sepanjang periode tahun 2019-2022 terjadi  peningkatan literasi dan inklusi keuangan di Indonesia walau tetap masih menyisakan kesenjangan yang cukup besar (35.42%) antara pemahaman tentang keuangan dengan tersedianya jasa atau produk keuangan itu sendiri. Alhasil, masyarakat kita masih rentan untuk terbujuk janji manis dari investasi bodong.

Kembali lagi ke Financial Freedom, fenomena ‘crazy rich’ seolah menunjukkan untuk mendapatkan  kemerdekaan finansial maka kita harus menjadi sangat kaya, padahal konsepdari kemerdekaan f inansial sebenernya tidak harus seperti itu. Menjadi kaya raya setelah dan memiliki uang berlimpah adalah bonus dari kemerdekaan finansial jika pengaturan keuangan kita sudah benar. Financial Freedom dalam konsep yang paling sederhana adalah hidup paspasan, kenapa? Pas lagi ingin berlibur dananya tersedia, pas ingin makan pun bisa membeli makanan yang diinginkan sesuai dengan porsinya dan pas harga BBM atau bahan pangan meningkat masih dapat menikmati semuanya tanpa merasa khawatir. Itu kan sama saja artinya harus menjadi kaya raya? Tentu tidak. Lantas bagaimana?

Financial Freedom dengan defininsi paling sederhana adalah dapat mencapai tujuan-tujuan keuangan yang sudah ditentukan seperti menikah, pensiun dini dan juga untuk perjalanan spiritual atau ibadah dengan nyaman atau memilki stabilitas eknonomi sehingga kita dapat memenuhi keinginan-keinginan lainnya. Jika belum memiliki tujuan keuangan, maka sebaiknya kita segera membuat tujuan-tujuan keuangan kita agar dapat dipersiapkan dan direncanakan dalam mencapainya. Jika tujuan saja tidak punya, bagaimana kita mau mencapai kemerdekaan keuangan? Tujuan dari perjuangan kemerdekaan Republik ini pun adalah menghapus penjajahan bukan? Untuk mencapai kemerdekaan finansial, pengetahuan kita tentang keuangan harus ditingkatkan. Salah satu cara mengingkatkan literasi keuangan kita adalah dengan merencanakan keuangan, baik secara mandiri atau pun dengan bantuan profesional.

Perencanaan keuangan yang komprehensif dengan bantuan profesional sebaiknya dilakukan agar kita tahu kemana uang kita kita letakkan bukan bingung kemana uang yang sudah kita habiskan. Memastikan kebutuhan dasar sudah dapat dipenuhi dengan baik adalah salah satu cara menuju financial freedom. Memastikan arus kas kita positif adalah salah satu cara untuk memastikan kebutuhan dasar kita dapat dipenuhi. Apakah dengan ini berarti kita tidak boleh memiliki utang? Jawabannya tidak, kita tetap boleh mimiliki utang selama itu tidak melebihi dari 35% pendapatan tetap kita dan sebaiknya bersifat produktif.

Langkah penting berikutnya dalam menuju Financial Freedom adalah memiliki Dana darurat minimal sebesar 3-6 kali pengeluaran per bulan. Besaran dana darurat dapat disesuaikan dengan keadaan kita masing-masing sesuai dengan besaran jumlah anggota keluarga. Dana Darurat sebaiknya di investasikan di instrumen investasi yang bersifat likuid dan mudah diakses kapan pun dibutuhkan. Proteksi juga merupakan elemen penting yang harus kita persiapkan. Asuransi merupakan proteksi yang sebaiknya dimiliki. Asuransi berfungsi sebagai pengalih risiko dalam keadaan darurat untuk memastikan arus kas tetap positif dan memastikan tujuan keuangan tetap dapat tercapai. Asuransi bersifat sangat personal sehingga kebutuhan setiap orang akan berbeda-beda. Yang tak kalah penting perlu diingat, asuransi merupakan proteksi bukan investasi.

Langkah berikutnya setelah semua Langkah diatas dilakukan adalah mulai berinvestasi. Pada Langkah ini, profil risiko dan pengetahuan kita akan produk investasi berperan penting untuk memastikan keberlangsungannya. Penawaran investasi tentunya sangat banyak bahkan ada yang terlalu menggiurkan sehingga “too good to be true”. Dengan berinvestasi kita pun dapat menghasilkan active dan juga passive income. Perlu diingat dalam berinvestasi, jangan menaruh telur di dalam satu keranjang.

Setelah Langkah-langkah diatas dapat dipastikan keberlangsungannya baik dilakukan secara mandiri atau pun dengan bantuan profesional maka, seharusnya tujuan-tujuan keuangan kita dapat dicapai sesuai dengan waktu yang sudah dipersiapkan. Di saat tujuan keuangan sudah dapat dipastikan kepastian pencapaiannya, disanalah kita menuju kemerdekaan finansial, dimana kita dapat dengan nyaman memenuhi keinginan-keinginan kita yang lain sampai dengan merencanakan waris dan tidak berkontribusi menambah populasi Sandwich Generation di Indonesia.