PedomanBengkulu.com, Bengkulu - Konflik agraria antara perusahaan sawit dan masyarakat di Provinsi Bengkulu masih terus terjadi. Bahkan masih banyak masyarakat yang mengajukan tuntutan kepada pemerintah pada Hari Tani Nasional lalu.
Ketua Komisi I DPRD Provinsi Bengkulu, Dempo Xler mengatakan, perizinan Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan menjadi pemicu utama konflik tersebut. Pemerintah dan pihak terkait harus bersama-sama menyelesaikan konflik itu.
"Sudah berulang kali kami menyampaikan kepada Pemerintah Provinsi Bengkulu, terutama kepada Pak Gubernur Rohidin Mersyah yang juga Ketua Tim Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA), serta BPN Provinsi Bengkulu, untuk segera mengevaluasi perizinan HGU perkebunan sawit yang ada," ungkap Dempo, Minggu (1/10).
Menurut Dempo, konflik agraria ini berdampak tragis pada petani dan masyarakat Bengkulu. "Ironisnya, pada saat konflik agraria terjadi, petani yang sejatinya masyarakat Provinsi Bengkulu malah cenderung menjadi korban," tambahnya.
Dempo juga menekankan bahwa evaluasi perizinan HGU tidak boleh hanya sebatas formalitas. Perusahaan yang ingin memperpanjang izin harus memenuhi ketentuan, seperti mengeluarkan sebagian lahan HGU untuk plasma atau fasilitas umum, sebelum diberikan rekomendasi untuk perpanjangan izin.
"Pemberian izin jangan hanya formalitas tetapi harus memenuhi ketentuan yang berlaku," jelasnya.
Lebih lanjut, Dempo berpendapat bahwa sebaiknya tidak ada lagi perusahaan yang diperpanjang izin HGU-nya.
"Lahan HGU harus dikembalikan untuk kepentingan masyarakat, terutama mengingat kesulitan masyarakat dalam memperoleh lahan, sementara pertumbuhan penduduk terus bertambah," ujar Dempo dengan tegas.
Dempo juga menekankan pentingnya upaya pemda dalam mencari solusi yang adil untuk menyelesaikan konflik agraria ini.
"Keseimbangan antara kepentingan perusahaan perkebunan dan masyarakat harus dipertahankan, sambil tetap mematuhi aturan yang ada," pungkasnya.