PedomanBengkulu.com - Memiliki seorang menteri yang tidak pernah merasakan hidup dalam kemiskinan, tidak pernah berjalan kaki ke sekolah karena ketiadaan transportasi, tidak pernah kepanasan atau kehausan, bahkan tidak pernah merasakan diseruduk kambing saat melewati jalan-jalan perdesaan, dapat membawa risiko besar terhadap kualitas kebijakan yang dihasilkan. Seorang pemimpin yang tidak pernah mengalami kesulitan hidup cenderung kurang memahami realitas yang dihadapi oleh mayoritas rakyatnya, khususnya dalam hal pendidikan, ekonomi, dan sosial.
Artikel ini merupakan respons atas kritikan Bapak Jusuf Kalla (JK) terhadap kebijakan Kurikulum Merdeka yang diterapkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Pak JK menyoroti potensi ketidaksesuaian kebijakan ini dengan kondisi lapangan serta keprihatinan terhadap pemimpin yang mengadopsi kebijakan tanpa pemahaman mendalam tentang situasi rakyat kecil. Kebijakan Kurikulum Merdeka, yang diharapkan dapat memberikan keleluasaan bagi siswa dan guru, dinilai oleh JK berpotensi tidak tepat sasaran jika tidak disertai pemahaman yang mendalam terhadap realitas di daerah.
1. Kebijakan yang Tidak Membumi
Ketika seorang menteri yang tumbuh dalam lingkungan nyaman memimpin kementerian strategis seperti pendidikan, kebijakan yang dihasilkan cenderung tidak membumi. Studi banding ke negara-negara maju sering dilakukan tanpa memperhatikan perbedaan konteks sosial dan budaya di Indonesia. Kebijakan seperti Kurikulum Merdeka mungkin terinspirasi dari sistem pendidikan di negara maju, tetapi penerapannya di Indonesia harus memperhatikan beragam kondisi infrastruktur dan ekonomi di berbagai wilayah. Pendidikan di negara ini sudah memiliki tradisi panjang yang terbukti mencetak generasi pejuang dan pahlawan nasional. Kebijakan yang mengabaikan realitas ini berisiko mengulang kesalahan dalam penyesuaian pendidikan dengan kondisi lokal.
2. Kegagalan dalam Memilih Ahli yang Tepat
Salah satu tanda bahaya lainnya adalah ketika urusan diserahkan kepada mereka yang tidak ahli di bidang nya. Nabi SAW telah ingatkan bahwa "Jika sebuah urusan diserahkan bukan kepada ahlinya maka tunggulah kehancurannya" (HR Bukhari). Dalam hal ini Pak JK juga menyoroti pentingnya menempatkan orang yang tepat dalam posisi strategis. Kurikulum Merdeka dan kebijakan lain dalam pendidikan seharusnya dirancang dan dipimpin oleh mereka yang memahami esensi dan akar pendidikan di Indonesia. Bila yang dipilih untuk mengurus sektor pendidikan adalah orang yang tidak memahami medan, bagaimana mereka bisa menyelesaikan permasalahan di lapangan?
3. Bahaya Menggabungkan Pendidikan dengan Teknologi Tinggi Tanpa Perencanaan Matang
Era teknologi digital memang memaksa adanya inovasi di berbagai sektor, termasuk pendidikan. Namun, sebagaimana dikritik oleh JK, bahaya besar muncul ketika teknologi diterapkan tanpa perencanaan matang dan tanpa memikirkan kesiapan masyarakat di berbagai daerah. Teknologi bukanlah solusi instan yang bisa diterapkan tanpa mempertimbangkan kesiapan akses di wilayah terpencil. Jika Kurikulum Merdeka mengandalkan teknologi sebagai basis utama, kebijakan ini bisa justru menciptakan kesenjangan pendidikan yang semakin lebar.
4. Generasi Mendatang dalam Bahaya
Jika pola pengelolaan pendidikan terus mengadopsi kebijakan yang tidak berakar pada realitas Indonesia, maka generasi mendatang akan menghadapi ancaman serius. Kurikulum Merdeka mungkin baik secara teori, namun jika implementasinya tidak sesuai dengan kebutuhan lokal, pendidikan justru akan gagal mempersiapkan generasi yang mampu bersaing dan memiliki identitas kuat. Kita memerlukan kebijakan yang memadukan inovasi dengan kearifan lokal, bukan sekadar meniru dari negara lain.
Artikel ini merupakan refleksi dari kritikan Pak JK terhadap kebijakan Kurikulum Merdeka, yang menekankan pentingnya kebijakan yang relevan dan membumi bagi kondisi Indonesia. Pendidikan adalah fondasi masa depan bangsa, dan memimpin sektor ini memerlukan orang yang benar-benar paham akan kondisi nyata masyarakat. Kurikulum yang diimpor dari negara maju tanpa pemahaman mendalam terhadap konteks lokal berpotensi menjadi ancaman besar bagi keberhasilan pendidikan di Indonesia. Jika kita ingin masa depan yang cerah, kita harus memilih pemimpin dan kebijakan yang memahami realitas di lapangan, serta mampu menjawab kebutuhan seluruh lapisan masyarakat. Bagaimana kawan, setuju?
Saeed Kamyabi
Penulis Buku Menyingkap Tabir Rahasia Homeschooling
Order WA 0821-1047-2598