PedomanBengkulu.com, Bengkulu - Mantan Bupati Bengkulu Selatan Reskan Effendi mengungkapkan, Calon Gubernur Bengkulu Petahana Rohidin Mersyah sudah menjabat sebagai Gubernur Bengkulu selama dua periode dan kembali maju pada 2024 untuk ketiga periode.
"Adik kita Rohidin sudah dua kali, sudah dua periode. Maka itu secara logika, kalau orang mau mengerti itu sudah selesai," kata Reskan Effendi di hadapan ribuan masyarakat saat kampanye Cagub Bengkulu nomor urut 01 Helmi Hasan di Bengkulu Selatan, Rabu (20/11/2024).
Hal itu menurut Reskan Effendi sesuai dengan aturan. Sehingga berdasarkan aturan, meskipun Rohidin memenangkan pemilihan Gubernur Bengkulu 2024, Rohidin tidak bakal dilantik berdasarkan aturan tersebut.
"Bukan kita kesampingkan, kita khawatir, tapi buktikan nanti, walaupun beliau itu (Rohidin red-) menang tapi tidak bakal dilantik karena aturan. Maka dari pada itu saya mengharapkan kepada keluarga besar ini supaya kita ikut memilih Gubernur ini merasa memiliki dan melakukan pemilihan yang benar, kita pilih pak Helmi Hasan nomor satu," ucap Reskan.
Reskan menyebut "nanti kalau kita pilih yang lain kita kalah, karena sama sekali suara kita itu tidak menyumbang. Maka 2024 kita kasih kesempatan kita dukung pak Helmi. Kita serahkan pak Helmi untuk membangun Bengkulu," tutup Reskan.
Perlu diketahui, calon petahana Rohidin diloloskan KPU. Begitu juga dengan petahana Bupati Bengkulu Selatan Gusnan Mulyadi. Pencalonan mereka sempat digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) dengan perkara nomor 129/PUU-XXII/2024 yang diajukan pemohon I Helmi Hasan, Ir Mian pemohon II, pemohon II Elva Hartati dan Makrizal Nedi pemohon IV.
Mahkamah dalam putusan a quo memperkuat tiga putusan Mahkamah Konstitusi sebelumnya, yaitu Putusan MK Nomor 22/PUU-VII/2009, Putusan MK Nomor 67/PUU-XVIII/2020, dan Putusan MK Nomor 2/PUU-XXI/2023.
Mahkamah Konstitusi menegaskan bahwa, lembaga yang berwenang dalam menyusun peraturan pelaksana dari UU Nomor 10 Tahun 2016 in casu, seharusnya sudah jelas bahwa masa jabatan yang dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf n UU Nomor 10 Tahun 2016 merujuk pada masa jabatan yang telah dijalani secara nyata (riil atau faktual) dan bukan masa jabatan yang dihitung berdasarkan waktu pelantikan. (Tok)