PedomanBengkulu.com, Jakarta - Nurlinda (39), seorang Pekerja Migran Indonesia (PMI) asal Kabupaten Labuhan Batu Utara, Provinsi Sumatera Utara alami nasib miris setelah menjadi korban penipuan kerja dan perdagangan manusia (human trafficking) di Malaysia.
Nurlinda berangkat ke Malaysia tiga bulan lalu, atau tepatnya sekitar Agustus 2024 lalu melalui sebuah agensi tenaga kerja yang menawarkan gaji tinggi. Namun dua bulan disana dirinya dipindahkan hingga 4 agensi dan bekerja tanpa dibayar gaji oleh majikannya.
Tak tahan, Nurlinda akhirnya melarikan diri dan berlindung disalah satu rumah warga disana sembari berkomunikasi dengan keluarga di Indonesia. Selanjutnya pihak keluarga mengupayakan perlindungan dan pemulangan Nurlinda ke Indonesia.
Akhirnya, pihak keluarga terhubung dan menyurati anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia asal Aceh, H. Sudirman Haji Uma yang selama ini dikenal memiliki atensi tinggi terhadap nasib Pekerja migran di Malaysia.
Keluarga Nurlinda di Sumatera Utara yang diperantarai kakak kandungnya mengirim surat permohonan bantuan pemulangan adiknya dari Malaysia. Menindaklanjuti aduan tersebut, H. Sudirman berkoordinasi dengan komunitas Persatuan Perantau Aceh Malaysia (PPAM) di Malaysia.
PPAM sendiri salah satu komunitas Aceh di Malaysia yang selama ini kerap bekerja sama dengan H. Sudirman dalam upaya memfasilitasi pemulangan warga Aceh yang sakit maupun meninggal dunia di Malaysia.
Setelah di fasilitasi PPAM, Nurlinda pada akhirnya dapat dipulangkan ke tanah air dengan biaya ikut di bantu. H. Sudirman sendiri dan juga dibantu oleh komunitas PPAM di Malaysia.
H. Sudirman atau populer disapa Haji Uma oleh masyarakat Aceh merasa prihatin atas maraknya kasus penipuan kerja dan tindak perdagangan manusia dengan banyaknya Pekerja Migran Infonesia (PMI) yang menjadi korban di luar negeri.
"Kita sangat prihatin dengan banyaknya PMI kita yang menjadi korban penipuan kerja dan tindak human trafficking diluar negeri. Karena itu, dirinya mengharapkan perhatian khusus dan peningkatan upaya pencegahan guna meminimalisasi kasus ini", ujar Haji Uma.
Haji Uma melanjutkan, selama ini dirinya banyak membantu upaya perlindungan PMI yang menjadi korban dari kejahatan ini diluar negeri, terutama warga Aceh. Bahkan dalam waktu terakhir ini, dirinya banyak membantu advokasi bagi warga Aceh yang menjadi korban TPPO di Laos, Kamboja, Thailand dan Myanmar.
"Dalam 2 tahun ini, banyak warga Aceh yang menjadi korban TPPO di beberapa negara Asean terutama Myanmar, Laos dan Kamboja. Upaya advokasi yang kita lakukan dengan berkoordinasi dengan direktorat PWNI Kemenlu, KBRI serta turut membantu biaya pemulangan", jelasnya.
Meningkatnya kasus TPPO terhadap PMI diluar menurut Haji Uma salah satu faktor disebabkan rendahnya pemahaman serta kesadaran masyarakat. Sehingga mudah termakan oleh janji dan iming-iming gaji tinggi. Hal ini juga tak lepas dari sempitnya akses peluang kerja seperti Aceh.
Untuk itu, sinergisasi pemerintah pusat dan daerah serta berbagai elemen bangsa untuk bergerak secara kolektif dalam upaya meningkatkan pemahaman serta kesadaran masyarakat menjadi langkah krusial dan urgen untuk dilakukan dalam upaya minimalisasi kasus serupa terjadi kedepannya.
"Perlu sinergisasi pemerintah dan semua elemen bangsa untuk bergerak bersama meningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat sebagai salah satu langkah strategis mencegah terus berulangnya kasus serupa kedepannya", tutup Haji Uma.